3 AkhlakMulia Sebagai Ciri Orang Yang Bertaqwa. Para pembaca Adin Blog yang saya cintai, kali ini saya ingin memberikan informasi mengenai salah satu Tip biar kita menjadi orang yang bertaqwa, adalah ternyata harus ada kebiasaan yang selalu dilakukan yang melekat dalam diri kita yaitu 3 amalan perbuatan yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. semoga bermanfaat. Ide ini tentu bergaransi sob, jadi sobalah dan beritahu orang lain...ok
Sebelumny adalah QS. Ali Imran: 133
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ
النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan..” (QS. Ali Imran: 134)
Ada tiga sifat mulia yang hendaknya dimiliki setiap muslim dari
ayat di atas.
Pertama: Rajin Bersedekah
Kata Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Zaad
Al-Masiir (1: 460), Ibnu ‘Abbas berkata bahwa mereka berinfak baik
dalam keadaan susah maupun lapang. Sedangkan maksud ayat adalah mereka tetap
bersedekah dan tidak lupa untuk bersedekah saat dalam keadaan lapang. Ketika
susah pun, mereka tetap bersedekah. Artinya, lepas dari mereka sifat pelit.
Dalam ayat lainnya disebutkan mengenai balasan dari orang yang
rajin sedekah,
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ
بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang
hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di
sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 274)
Ada motivasi untuk bersedekah dalam keadaan sehat yaitu
disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ada seseorang yang
menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَىُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ
شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ
الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ
لِفُلاَنٍ
“Wahai Rasulullah, sedekah yang mana yang lebih besar
pahalanya?” Beliau menjawab, “Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat
disertai pelit (sulit mengeluarkan harta), saat kamu takut menjadi fakir, dan
saat kamu berangan-angan menjadi kaya. Dan janganlah engkau menunda-nunda
sedekah itu hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, kamu baru
berkata, “Untuk si fulan sekian dan untuk fulan sekian, dan harta itu sudah
menjadi hak si fulan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no.
1419 dan Muslim no. 1032).
Ada juga keutamaan bersedekah dalam keadaan susah. Dari Abu
Hurairah dan ‘Abdullah bin Hubsyi Al Khots’ami, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah ditanya sedekah mana yang paling afdhol.
Jawab beliau,
جَهْدُ الْمُقِلِّ
“Sedekah dari orang yang serba kekurangan.” (HR.
An-Nasa’I, no. 2526. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hadits di atas diantara maksudnya adalah bersedekah dalam keadaan
miskin dan sabar dengan kelaparan. (Lihat ‘Aun Al-Ma’bud, 4: 227)
Dalam hadits disebutkan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبَقَ دِرْهَمٌ
مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ قَالُوا وَكَيْفَ قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ دِرْهَمَانِ
تَصَدَّقَ بِأَحَدِهِمَا وَانْطَلَقَ رَجُلٌ إِلَى عُرْضِ مَالِهِ فَأَخَذَ مِنْهُ
مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ فَتَصَدَّقَ بِهَا
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham“. Lalu ada yang
bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau jelaskan, “Ada
seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan.
Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari
kantongnya seratus ribu dirham untuk disedekahkan.” (HR. An-Nasa’i
no. 2527 dan Imam Ahmad 2: 379. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan).
Hadits ini menunjukkan keutamaan sedekah dari orang yang susah
dibanding dengan orang yang memiliki harta melimpah.
Kedua: Menahan Amarah
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
Mereka yang berusaha menahan amarah & Mereka yang berusaha sabar ketika
disakiti oleh orang lain.
(Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 148)
Dalam shaum pun kita diajarkan untuk bisa menahan amarah. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ
صَوْمِ أَحَدِكُمْ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ ،
أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka
janganlah berkata-kata kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada
seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan:
sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari, no. 1904; Muslim,
no. 1151)
Lihatlah balasan untuk orang yang ingin mencela kita sehingga
bisa membangkitkan amarah adalah dengan sabar dan balas dengan tutur kata yang
baik.
Ibnu Batthal mengatakan, “Ketahuilah bahwa tutur kata yang baik
dapat menghilangkan permusuhan dan dendam kesumat. Lihatlah firman Allah Ta’ala,
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Tolaklah (kejelekan itu) dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat: 34-35). Menolak kejelekan
di sini bisa dengan perkataan dan tingkah laku yang baik.” (Syarh
Al-Bukhari, 17: 273)
Keutamaan menahan marah disebutkan dalam hadits dari Mu’adz bin
Anas, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا –
وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ – دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى
رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ
الْحُورِ مَا شَاءَ
“Siapa yang dapat menahan marahnya padahal ia mampu untuk
meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari
kiamat sehingga orang itu memilih bidadari cantik sesuka hatinya.” (HR. Abu
Daud no. 4777 dan Ibnu Majah no. 4186).
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini hasan)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الشَّدِيدُ
بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Orang Yang kuat bukanlah orang yg pandai bergelut. Yang
disebut orang kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (HR.
Bukhari, no. 6114; Muslim, no. 2609)
Ketiga: Mudah Memaafkan
Tentu yang diharap dari memaafkan di sini adalah pahala di sisi
Allah, bukan balasan dari manusia. Allah Ta’ala berfirman,
فَمَنْ عَفَا
وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya
di sisi Allah.” (QS. Asy-Syura: 40). Demikian dijelaskan oleh Syaikh
As-Sa’di dalam Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 148.
Orang yang pemaaf yang tidak mau membalas dipuji oleh Rasul
dalam hadits saat beliau memberikan wasiat pada Jabir bin Sulaim,
وَإِنِ امْرُؤٌ
شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ
فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu
dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya
dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang
menanggungnya.” (HR. Abu Daud, no. 4084; Tirmidzi, no. 2722.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits
ini shahih).
Intinya semua yang dicontohkan di atas adalah bentuk dari ibadah
HABLUMMINANAS
yaitu berbuat IHSAN (berbuat baik) pada sesama.