Makalah Bimbingan Bagi Siswa Dengan Hambatan Penglihatan

Postingan kali ini, adalah masih melanjutkan pembahasan dari Makalah BABK Dengan Hambatan Penglihatan silahkan di simak.

E.    Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan
Secara ilmiah, ketunanetraan pada individu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu faktor dalam diri individu(internal) maupun faktor dari luar individu (eksternal).
Faktor internal (prenatal) yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, pengaruh alat bantu medis, si ibu terkena infeksi maternal (rubella atau campak german).
Faktor eksternal ialah faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Contoh penyebab ketunanetraan pada saat kelahiran (natal), yakni si ibu hamil menderita penyakit Gonnorhoe, sehingga ketika si anak lahir matanya tercemari kuman Nisseria Gonnorhoe. Penyebab ketunanetraan setelah kelahiran (postnatal), antara lain:
1. Kecelakaan
Apabila kecelakaan tersebut terjadi benturan atau tekanan keras lalu mengenai mata atau syaraf mata maka dapat menyebabkan gangguan penglihatan, bahkan ketunanetraan. Hal tersebut pernah terjadi pada salah seorang mahasiswa UPI. Ia menjadi tunanetra karena pada saat ia berumur 6 tahun, matanya terkena ketepel (Sunda) yang sangat keras waktu bermain dengan temannya.
2. Pengaruh alat bantu medis (tang)
3. Kurang gizi atau vitamin A
Vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi. Dengan adanya vitamin A, tubuh lebih efisien dalam menyerap protein yang dikonsumsi. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan kerusakan pada matanya, yaitu kerusakan pada sensitivitas retina terhadap cahaya (rabun senja) dan terjadi kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada celah kelopak mata, disertai pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata bergerak, akan tampak lipatan pada konjungtiva bulbi. Dalam keadaan parah, hal tersebut dapat merusak retina, dan apabila keadaan ini tetap dibiarkan, akan terjadi ketunanetraan.
4. Terkena racun atau zat kimia
Disamping memberikan manfaat bagi manusia, zat-zat kimia juga dapat merusak apabila penggunaanya tidak hati-hati. Zat kimia tertentu, seperti zat etanol dan aseton, apabila mengenai kornea, akan mengakibatkan kering dan terasa sakit. Selain itu zat-zat lain, seperti asam sulfat dan asam tannat yang mengenai kornea, akan menimbulkan kerusakan, bahkan dapat menyebabkan ketunanetraan.
5. Panas badan yanga terlalu tinggi
6. Terkena penyakit infeksi, seperti Trachoma, Conyungtivitis, Retino blastoma, Pertusis
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang terjadi pada retina, dan sering ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigai dari penyakit tersebut, antara lain menonjolnya bola mata, adanya bercak putih pada pupil, strabismus (juling), glaucoma, mata sering merah atau penglihatannya terus menurun.

F.    Dampak Kehilangan Fungsi Penglihatan
1.    Kelainan Refraksi
Bagi seseorang yang mengalami kelainan refraksi (pembiasan cahaya) tanpa disertai gangguan lain, biasanya dapat diperbaiki penglihatannya hingga menjadi normal dengan menggunakan kaca mata atau lensa kontak. Bagi penyandang kelainan refraksi yang telah dikoreksi dengan kaca mata biasanya tidak ada masalah dengan penglihatannya kecuali jika kaca mata atau lensa kontak yang diresepkan baginya tidak dipakai. Beberapa kelainan refraksi meliputi:
a.    Myopia dan Hyperopia
Dalam penglihatan normal, berkas cahaya paralel yang datang dari jauh akan terfokus pada retina. Jika bola mata terlalu panjang dari depan ke belakang, maka berkas cahaya itu terfokus di depan retina dan hal ini mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau buram. Seseorang yang mengalami myopia sering dikatakan memiliki penglihatan dekat (nearsightedness) karena ketajaman penglihatannya bagus pada jarak dekat tetapi mengalami masalah pada jarak jauh. Pada penderita myopia image obyek yang dilihat tidak jelas, masalah ini terjadi selain karena bola mata lebih besar dari pada yang normal juga dapat terjadi pada bola mata yang normal tetapi elastisitas lensanya kurang baik dan kekuatan refraksi lensa dan cornea menguat. Dalam kebanyakan kasus myopia, pemanjangan bola mata itu hanya sedikit dan tidak terus memanjang, dan koreksi dapat dilakukan dengan pemakaian kaca mata. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus myopia, bola mata memanjang terus. Kondisi ini dikenal dengan istilah progressive myopia atau high myopia, dan ketajaman penglihatan yang normal tidak akan dapat dicapai dengan pemakaian kaca mata ataupun lensa kontak. . Sebaliknya jika bola mata lebih kecil dari yang normal atau lensa dalam keadaan tidak dapat berakomodasi dengan baik sehingga bentuknya cenderung cekung, akibatnya image obyek yang sedang dilihat difokuskan di belakang retina dan pada kondisi seperti ini penderita merasakan penglihatannya menjadi kabur. Kelainan seperti ini disebut hyperopia atau penglihatan jauh (farsightedness). Penderita hyperopia mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan penglihatan pada jarak dekat tetapi normal pada jarak jauh. Dalam kasus hyperopia yang parah penglihatan menjadi tidak efektif. Hyperopia sederhana dapat dikoreksi hingga ke penglihatan normal dengan mengunakan lensa cembung (lensa plus) sehingga berkas cahaya terfokus pada retina. Permasalahan biasanya timbul hanya apabila kondisi ini disertai kondisi penglihatan lain seperti katarak. Dalam kasus seperti ini, meskipun kaca mata akan diresepkan, tetapi ketajaman penglihatan tetap akan berkurang dan kondisi ini dapat disertai dengan keadaan juling.
b.    Presbyopia
Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya mengalami penurunan fungsi akomodasi sehubungan dengan lemahnya elastisitas lensa dan cairan lensa yang mengeras. Oleh karena gangguan penglihatan ini umumnya berkaitan dengan meningkatnya usia maka, keadaan ini disebut presbyopia. Presbyopia biasanya terjadi pada usia 40-an dan penderita mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan untuk membaca. Seseorang yang mengalami presbyopia dapat dibantu dengan sepasang kaca mata yang memiliki dua lensa. Lensa semacam ini disebut lensa bifocals, satu lensa untuk membantu menyebarkan (diverge) cahaya dan yang lain untuk memfokuskan (converge) cahaya.
c.    Astigmatism
Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi cornea atau lensa akibat kelainan dalam bentuknya permukaannya. Hal ini mengakibatkan distorsi pada image yang terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat dikoreksi dengan memakai kaca mata dengan lensa silindris, tetapi permasalahan menjadi lebih berat bila kondisi ini disertai myopia dan hypermetropia. Bila disertai dengan jenis gangguan penglihatan lain, koreksinya akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya ketajaman penglihatan bahkan kebutaan.
d.    Katarak
Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana cairan dalam lensa menjadi keruh. Karena cairan dalam lensa keruh, lensa mata kelihatan putih dan cahaya tidak dapat menmbusnya. Orang yang mengidap katarak melihat seperti melalui kaca jendela yang kotor karena keruhnya lensa menghalangi masuknya cahaya ke retina. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama baik pada anak-anak maupun orang tua.
2.    Kelainan Lantang Pandangan
Penerimaan cahaya oleh otak sangat tergantung pada kualitas impuls yang ditimbulkan oleh retina. Terjadinya suatu hambatan atau kerusakan pada pusat penglihatan di otak atau bagian saraf tertentu akan menimbulkan gangguan penglihatan.
3.    Kelainan Lain
a.    Buta Warna
Seseorang yang tidak dapat membedakan warna disebabkan karena mengalami kerusakan atau kelainan pada sel receptor di retina yang berbentuk kerucut yang disebut cone. Seseorang yang buta warna biasanya ketajaman penglihatannya (visus) normal. Buta warna lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
b. Strabismus (juling)
Istilah strabismus digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi dimana image obyek yang dilihat tidak diterima secara baik oleh mata kanan dan mata kiri. Dengan kata lain kedua mata tidak bekerja secara bersama-sama karena tidak ada koordinasi yang baik antara otot-otot mata. Akibatnya dalam retina terdapat dua image terhadap satu obyek yang sedang dilihat. Kondisi ini disebut diplopia. Untuk menolong penderita strabismus dapat dilakukan operasi pada otot mata.
c. Nystagmus
Nystagmus adalah suatu kondisi dimana mata bergerak secara cepat dan tidak teratur. Nystagmus dapat terjadi pada seseorang karena kelelahan atau stress dan juga dapat terjadi karena adanya kerusakan pada otak atau gangguan medis lain yang kronis. Penderita nystagmus tidak dapat melihat suatu obyek dengan baik karena matanya sselalu bergerak dan tidak dapat memfokuskan obyek yang sedang dilihat.
d. Glaucoma
Glaucoma mengakibatkan meningginya tekanan di dalam bola mata yang dapat mempengaruhi suplai darah ke kepala syaraf optik. Terdapat beberapa jenis glaucoma: dapat merupakan penyakit tersendiri, atau dapat juga terkait dengan kondisi-kondisi lain, misalnya aniridia. Satu jenis glaucoma yang terjadi pada anak-anak adalah buphthalmos ("mata sapi"), yang ditandai dengan membesarnya satu mata atau kedua belah mata. Ini merupakan kondisi yang berbahaya, yang jika tidak diberi perawatan dapat merusak lensa, retina atau syaraf optik. Jenis-jenis glaucoma lainnya ditandai dengan berkurangnya bidang pandang dan kesulitan melihat di tempat yang gelap atau redup.

G.    Dampak Kehilangan Pengelihatan
Ketunanetraan berdampak terhadap perolehan konsep dan makna. Elstner (1983) berkomentar bahwa kanak-kanak yang tunanetra cenderung menggunakan bahasa secara berbeda dari kanak-kanak yang awas. Seorang kanak-kanak yang awas akan menggunakan bahasa tidak hanya untuk tujuan komunikasi, tetapi juga untuk memperoleh konsep-konsep, sedangkan seorang anak yang tunanetra, setelah dapat menggunakan bahasa, cenderung menggunakannya terutama untuk tujuan-tujuan komunikasi dan bukan untuk memperoleh konsep-konsep. Hal ini mungkin dapat menjelaskan temuan Mills (1983) bahwa anak-anak tunanetra tetap pada tahap echolalia (mengulang-ulang bunyi yang sama) untuk masa yang lebih lama, dan cenderung mengembangkan verbalisme (penggunaan kata-kata yang tidak berakar pada pengalaman langsung).
Anak-anak yang tunanetra tampaknya mampu belajar struktur formal, atau sintaksis bahasa, dengan relatif mudah. Akan tetapi, absennya stimulus visual tampaknya mengakibatkan seringnya terjadi kesalahan-kesalahan artikulasi di kalangan kanak-kanak tunanetra, misalnya bunyi /w/ menjadi /l/ atau /r/. Anak yang tunanetra itu akan sangat terbantu jika orang tua, pengasuh dan guru dapat mendengarkan dengan seksama bahasa anak yang sedang berkembang itu, untuk memastikan bahwa anak dapat mengucapkan bunyi-bunyi secara benar. Mereka dapat mendorong anak itu untuk mengucapkan bunyi-bunyi secara benar melalui permainan kata, lagu atau sajak.
   
H.    Pendidikan Untuk Anak Dengan Hambatan Pengelihatan
1.    Jenjang Pendidikan
a.    Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
1)    Kurikulum:
a)    Program Umum yaitu: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Program Khusus yaitu: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille
b)    Program Muatan Lokal antara lain: Bahasa Daerah, Bahasa Inggris, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat
c)    Susunan Program Pengajaran: kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap minggu. Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.
d)    Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 tahun.
e)    Usia: sekurang-kurangnya berusia 6 tahun
f)    Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
g)    Sistem guru: guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan Mobilitas, Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, team teaching, dan mengembangkan program pendidkan individual bagi siswa tunanetra yang membutuhkan layanan tertentu.
b.    Model Pendidikan
1)    Pendidikan Khusus (SLB)
SLB adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang meliputi: Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra, yaitu sekolah yang hanya memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra, dan Sekolah Dasar Luar Biasa, yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
2)    Pendidikan Terpadu
Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler (SD,SMP, SMA dan SMK) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan (Kepmendikbud No. 002/U/1986). Dalam pendidikan terpadu ini harus disiapkan:
a)    Seorang guru Pembimbing Khusus (Guru PLB), dan
b)    Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus. Ruangan khusus ini dibuat dengan tujuan apabila anak yang berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru Pembimbing Khusus. Bimbingan ini dapat berupa bantuan untuk lebih memahami dan menguasai materi pelajaran, menggunakan alat bantu atau alat peraga, pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama anak lainnya anak tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran, dan rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya.
c)    Guru Kunjung
Di dalam sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah model pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model Guru Kunjung. Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tersebut  tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya, seperti tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari kemampuan mobilitas yang terbatas, jarak sekolah dan rumah terlalu jauh, kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan, menderita penyakit yang berkepanjangan, dll.
Pelayanan pendidikan dengan model guru kunjung ini bisa dilaksanakan di beberapa tempat, seperti rumah anak tunanetra sendiri, sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak tunanetra, dan rumah sakit. Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum PLB, kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.
3)    Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik. Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam satu sistem pendidikan yang sama.
Layanan pendidikan di dalam pendidikan inklusif memperhatikan beberapa hal, yaitu  kebutuhan dan kemampuan siswa, satu sekolah untuk semua, tempat pembelajaran yang sama bagi semua siswa, pembelajaran didasarkan kepada hasil assessment, tersedianya aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman dan nyaman, dan lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Sementara untuk kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
c.    Alat Pendidikan
1)    Bagi Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga. Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain: reglet dan pena,  mesin tik Braille,  computer dengan program Braille, printer Braille,  abacus, calculator bicara, kertas braille, penggaris Braille, dan kompas bicara.
Anak tunanetra dalam belajar membaca menggunakan cara yang khusus, yakni menggunakan huruf-huruf yang diciptakan oleh Braille. Sebelum ditemukan huruf Braille, pengajaran membaca pada anak tunanetra sempat dicoba dengan huruf latin yang dibuat timbul, namun hal ini rupanya kurang efektif dan efesien. Huruf Braille yang digunakan sebagai pengganti huruf latin, tersiri atas titi-titk yang ditimbulkan dan dibaca dengan jari-jari. Huruf Braille tersebut tersusun dari enam buah titik, dua dalam posisi vertical dan tiga dalam posisi horizontal, semua titik yang ditimbulkan dapat ditutup dengan jari-jari. Pelajaran pertama yang perlu diberikan dalam membaca Braille, yaitu menulis dan mengeja penuh, selanjutnya menggunakan berbagai kata dan suku kata. jari-jari yang dominan dalam membaca Braille adalah jari telunjuk dan jari tengah. Cara membacanya yakni dengan gerakan naik turun dan horizontal, boleh juga dengan memutar. Membaca Braille dengan tangan kanan lebih efisien daripada dengan tangan kiri, serta membaca Braille dengan diam lebih cepat daripada membaca dengan oral.

Sementara alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan materi perabaan dan pendengaran. Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-buku dengan huruf Braille. Untuk alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking books (buku bicara), kaset, CD, dan kamus bicara.
Alat peraga untuk tuanetra menggunakan factual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:
a)    Benda asli seperti: makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias), tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, dan kaset.
b)    benda asli yang diawetkan: binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
c)    benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
d)    benda/model tiruan: model kerangka manusia, model alat pernafasan,
e)    gambar timbul sesuai dengan bentuk asli seperti grafik, dan diagram,
f)    gambar timbul skematik seperti rangkaian listrik, dan denah.
g)    peta timbul,
h)    globe timbul,
i)    papan baca, dan
j)    papan paku.   
2)    Bagi Low Vision (Penglihatan Rendah)
a)    Alat bantu optik antara lain: kacamata, kacamata perbesaran, syand magnifier, hand magnifier, kombinasi, telescop, dan CCTV
b)    Alat bantu non optik antara lain:  kertas bergaris tebal,  spidol, spidol hitam, pensil hitam tebal, buku-buku dengan huruf yang diperbesar, penyangga buku, lampu meja, typoscope, tape recorder , dan bingkai untuk menulis.
c)    Alat peraga bagi anak low vision antara lain: gambar-gambar yang diperbesar.
d)    benda asli, seperti makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias), tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset,
e)    benda asli yang diawetkan seperti binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
f)    benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium), dan
g)    benda/model tiruan seperti model kerangka manusia, model alat pernafasan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Gangguan penglihatan adalah suatu hambatan penglihatan atau kehilangan fungsi penglihatan bagi seseorang yang mengalaminya.
Seseorang dengan gangguan penglihatan memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak lainnya. Hal ini ditunjukan dengan keadaan fisik, perilaku, dan psikisnya.
Gangguan penglihatan kemudian diklasifikasikan menjadi emapt macam yaitu berdasarkan saat terjadinya gangguan penglihatan, kemampuan daya penglihatan, adaptasi pendidikan, dan kelainan pada mata. Berdasarkan klasifikasi tersebut, pada seseorang yang maengalami gangguan penglihatan akan mengalami beberapa masalah yang dihadapi, diantaranya dalam pengajaran, pendidikan, orientasi dan mobilitas serta kebiasaan diri, gangguan emosi, penyesuaian diri, keterampilan dan pekerjaan, dan ketergantungan kepada orang lain. Setiap masalah yang muncul akan menimbulkan dampak bagi seseorang, begitu juga dengan masalh yang dihadapi oleh penderita tunanetra akan menimbulkan dampak baik dapak penglihatan amupun dampak fungsi penglihatan. Untuk itu layanan bagi tunantera harus dioptimalkan tanpa membedakannya dengan anak normal lainnya, serta ketersediaan alat bantu akan membantu mereka untuk mengatasi gangguan penglihatan atau gangguan fungsi penglihatan.

B.    Saran
Setelah membaca makalah ini kami sebagai penyusun menyarankan dan mengharapkan bagi guru, terutama kepada mahasiswa calon guru SD masa depan agar dapat mengetahui dan memahami bimbingan bagi siswa dengan hambatan penglihatan, sehingga dapat membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah-masalah penglihatannya atau hambatan fungsi penglihatan supaya mereka tetap merasa nyaman dalam mendapatkan layanan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
  • Aini, Hasanatul. (2014). Dampak Ketunaan Terhadap Keberbakatan. [Online]. Tersedia: (http://nanaplb11.blogspot.com/2014/02/dampak-ketunaan-terhadap-keberbakatan.html). [Kamis, 18 September 2014]
  • Efendi, Mohammad. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Hidayat, dkk. (2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI Press.
  • Rachman, Yogi Saepul. (2012). Makalah Hambatan Pengelihatan Pada Anak. [Online]. Tersedia: (http://yogisyaefulrachman.wordpress.com/2012/11/) [Kamis, 18 September 2014].
  • Voice, Blue. (2013). Layanan Pendidikan Bagi Anak Dengan Gangguan Pengelihatan (Tunanetra). [Online]. Tersedia: (http://shinharabluevoice.blogspot.com/2013/06/layanan-pendidikan-bagi-anak-dengan.html). [Kamis, 18 September 2014]
Baca Makalah Terkait Sebelumnya

Pengunjung