POTENSI RUHIAH
Oleh K.H. Abdullah Gymnastiar
Ternyata kekuatan adalah hal
mutlak yang harus dimiliki oleh siapapun yang ingin memperoleh kemenangan.
Terbukti jikalau badan lemah, ekonomi lemah, otak lemah, kepandaian lemah, kita
tidak dapat berperan sebagai makhluk unggul yang membawa manfaat banyak, bahkan
justru sebaliknya kita menjadi tertindas, baik oleh hawa nafsu, oleh syetan
terkutuk, atau juga oleh makhluk-makhluk yang tidak menyukai kebenaran.
Karenanya sudah menjadi suatu keharusan bagi siapapun untuk terus-menerus
menggalang aneka potensi kekuatan yang ada pada dirinya.
Hanya saja harus kita sadari pula
bahwa kekuatan itu tidak cukup hanya kekuatan lahir saja. Karena bagi siapapun
yang berusaha membangun kekuatan ekonomi dengan meyakini bahwa hanya dengan
kekuatan ekonomi itulah yang akan membuat dirinya menang, kuat, tanpa dibarengi
kekuatan lain, maka akan hancurlah dia.
Sudah terlalu banyak contohnya,
tengok saja ketika zaman masih ada Uni Soviet, pastilah saat itu di negara ini
tidak kurang para profesornya, ada ahli ekonomi, ada ahli keuangan, ada ahli
perencanaan pembangunan, ada juga ahli militer, dan ahli di berbagai bidang
lainnya, tapi ternyata Uni Soviet yang nampak begitu kokohnya bisa rontok
seketika.
Begitu juga kalau kita menganggap
bahwa hanya kekuatan senjata sebagai satu-satunya kekuatan yang akan
memenangkan pertempuran, kita saksikan lagi bagaimana Rusia dengan peralatan
dan perlengkapan tempurnya yang begitu lengkap, begitu banyak personilnya,
begitu kuat dukungan logistiknya, ternyata dipermalukan di Afghanistan. Bahkan
gempuran berikutnya ke Chechnya, sebuah negeri yang begitu kecil mungil,
ternyata Chechnya sampai saat ini masih bisa bertahan.
Lalu, adakah kekuatan lain yang
mampu memenangkan setiap pertempuran? Ada! Kekuatan itu tiada lain kekuatan
dari dalam diri kita sendiri, yang kadang begitu saja kita melupakannya.
Padahal kalau kita mampu membangunnya dengan sungguh-sungguh, ia akan menjadi
sebuah kekuatan yang teramat dahsyat.
Inilah kekuatan tanpa biaya,
tanpa memerlukan pertolongan orang lain, tapi bila saja dibina dan
dioptimalkan, maka ia adalah modal yang luar biasa dahsyat dalam mengarungi
kehidupan ini. Kekuatan apakah itu?!
Dikisahkan pada abad ke-7
Hijriah, di saat kekuatan kekhalifahan Islam mulai meredup, terjadi pertempuran
yang sangat dahsyat dan monumental yaitu ketika bangsa Tartar dibawah pimpinan
Jengis Khan, menyerbu negeri-negeri Islam bagai air bah, bergelombang bagai
badai yang garang, menyapu dari segala penjuru, dan kemudian meluluhlantakan
semua negeri-negeri yang dilaluinya. Bahkan diceritakan sungai Dajlah di tengah
kota Baghdad yang begitu bening menjadi hitam kelam airnya oleh tinta dari
ratusan buku perpustakaan yang dibuang ke sungai itu oleh tentara Tartar.
Kita kenang masa ini sebagai masa
kekhalifahan Islam yang paling kelam, saat dimana sebagian besar negeri Islam
dibasmi dan dilindas habis oleh bangsa Tartar ini. Barisan bala tentaranya
seakan-akan tidak pernah terbendung dan terkalahkan. Pedang-pedang sepertinya
menjadi tumpul tiada berdaya menyentuh tubuh mereka. Sampai-sampai munculah
mitos, "Tartar takkan pernah terkalahkan".
Berselang beberapa tahun setelah
kejatuhan petama kalinya negeri-negeri Islam ini. Tersebutlah suatu kisah
dimana ada seorang syeikh bernama Syeikh Jamaludin dari Bukhara. Beliau adalah
seorang yang bersih, mursyid yang tulus, walaupun secara lahiriah fisiknya
sudah berkurang kemampuannya.
Suatu waktu ia berjalan-jalan
bersama sahabat-sahabat dan santri-santrinya, hingga tanpa disadari mereka
telah memasuki wilayah kekuasan bangsa Tartar, yang waktu itu dipimpin oleh
seorang taklak (gubernur), yaitu Taklak Timur Khan (Timur Lenk), seorang cucu
Jengis Khan.
Begitu masuk wilayah bangsa
Tartar ini yang kebetulan beliau memasuki wilayah berburu Sang Taklak, maka
serta merta ditangkaplah mereka, dan langsung dibawa menghadap Sang Taklak yang
cucu Jengis Khan ini.
Bertanyalah Sang Taklak,
"Engkau siapa dan darimana …?"
"Saya dari Bukhara dan
seorang Parsi"
Mendengar jawaban ini Sang Taklak
serta merta tertawa terkekeh-kekeh seraya berkata meremehkan,
"Oo, orang-orang Parsi ini
lebih rendah dan lebih hina dari seekor anjing" ujarnya dengan pandangan
mengejek.
"Ya, benar! Andaikata kami
tidak diberi cahaya kemuliaan dengan agama yang benar, niscaya kami lebih hina
daripada seekor anjing" Jawab Syeikh Jamaludin mantap.
Sebuah jawaban yang disertai nur
kekuatan keyakinan, rupanya selalu membuat terngiang-ngiang di telinga Sang
Taklak. ‘Ya, Kami jauh lebih hina daripada seekor anjing, andaikata tidak
dimuliakan dengan agama yang benar’ Sang Taklak merenung memikirkan kata-kata
ini, "Ada apa dibalik kata-kata yang ringkas ini?!" Pikirnya. Begitu
menggelitiknya jawaban Syeikh Jamaludin ini sehingga suatu saat dipanggillah ia
kembali oleh Sang Taklak ke istana.
"Apa yang kau maksudkan
dengan kata-kata yang dulu pernah engkau ucapkan itu?" Bertanyalah Sang
Kaisar.
Dengan ijin ALLOH Syeikh
Jamaludin ini menjelaskan dengan begitu bersemangatnya tentang keindahan Islam.
Penjelasan yang merupakan buah dari perasaan dan kecintaannya kepada Islam.
Uraiannya disertai pula dengan raut muka, perilaku, yang sebanding dengan
keindahan yang disampaikannya. Dijelaskan pula, betapa kekufuran telah membawa
martabat manusia merosot lebih hina daripada seekor anjing.
Mendengar uraian ini, tergetarlah
hati Sang Taklak hingga akhirnya terbukalah pintu hatinya untuk menerima Islam,
hanya saja pada saat itu masih ada satu hal yang mengganjalnya, "Aku belum
menjadi kaisar, saat ini masih orang tuaku yang menjadi penguasa, aku berjanji
seandainya aku nanti jadi penguasa, aku akan masuk Islam." Janji Sang
Taklak.
Waktupun berselang. Suatu saat
menjelang Syeikh Jamaludin wafat, diberitahukanlah perihal janji kaisar ini
kepada anaknya yang bernama Ryasidudin, "Wahai anakku, Taklak Timur Khan
akan menjadi kaisar, andaikata dia sudah resmi jadi kaisar, datangilah dan
sampaikan salam dariku serta ingatkan kepadanya akan janji yang dulu pernah
diucapkannya".
Ketika benar Syeikh Jamaludin
wafat, puteranya sengaja datang ke perkemahan Sang Taklak Timur Khan untuk
melaksanakan wasiat orang tuanya, namun karena ia dianggap orang asing yang
tidak dikenal sampai disana ia ditolak tidak boleh masuk. Seraya memohon
pertolongan ALLOH, ia memutar otaknya, sehingga munculah idenya.
Saat malam melepas gulitanya, dan
fajar shubuh mulai menyingsing, segera saja ia mengumandangkan azan dengan
begitu kerasnya sampai-sampai Sang Taklak Timur Khan yang berada di dalam
kompleks perkemahan tentaranya terbangun seraya bertanya-tanya, "Siapa itu
yang berteriak-teriak di malam buta seperti ini? Siapa dia berani kurang ajar
mengganggu tidurku?" Begitu marahnya Sang Kaisar ini. Putera Syeikh pun
ditangkap sehingga kemudian dibawa menghadap pada sang kaisar.
Begitu bertemu muka dengan sang
kaisar, putera Syeikh Jamaludin ini langsung memperkenalkan diri, "Saya
putra Syeikh Jamaludin menyampaikan salam dari beliau". Ketika mendengar
nama ‘Syekh Jamaludin’--yang beberapa tahun lalu akrab ditelinganya--disebut,
Sang Kaisar tiba-tiba seperti api disiram air, reda marahnya dan luluh hatinya.
"Saya hanya akan
mengingatkan janji yang pernah tuan ucapkan dengan beliau" Lanjut putera
Syeikh Jamaludin ini. Teringatlah sang kaisar akan janjinya, sehingga pada saat
itu juga Kaisar Timur Khan mengucap dua kalimah syahadat sebagai tanda bahwa ia
benar-benar masuk Islam.
Kala itulah bangsa Tartar
benar-benar berubah dari yang tadinya berwajah bengis, kejam, dan melindas
habis menjadi bangsa yang berakhlak mulia. Pada saat itulah seluruh penduduk
kerajaannya menerima cahaya kemuliaan Islam.
Sungguh luarbiasa, dari yang
tadinya meluluhlantakan Islam dengan kekuatan senjata, akhirnya menjadi luluh
lantak hatinya hanya oleh perkataan. Ratusan ribu orang menentangnya dengan
kekuatan senjata, tidak ada yang mampu mengalahkan, tapi hanya dengan beberapa
patah kata yang menghunjam ke hati telah membuat negeri yang tidak pernah
terkalahkan malah masuk dalam semburat cahaya Islam, bahkan menjadi benteng
Islam yang begitu kokohnya saat itu.
Bekasnya pun nampak sampai
sekarang, seperti di Rusia, Kaukasus, Asia Tengah dan sekitarnya ternyata
adalah buah dari bangsa yang tadinya menghancurkan Islam secara fisik karena
kekuatannya memang tidak tertahankan, namun akhirnya menjadi benteng Islam.
Mengapa?
Ternyata karena ada satu kekuatan
lain yang mampu mengalahkannya, yaitu kekuatan ruhiah. Syeikh Jamaludin adalah
seorang ulama yang begitu tinggi cahaya ruhiahnya. Kata-katanya, sorot matanya,
cara berjalannya, sikapnya, dan semua dalam dirinya ternyata memancarkan energi
yang betul-betul membuat orang yang mendengar terbuka hatinya.
Satu patah kata atau dua patah
kata dari orang yang sudah tercahayai hatinya, maka kata-kata itu bagai
gelombang-gelombang yang bisa menyentuh, bagai magnet yang bisa menyedot,
begitu hebat kekuatannya, sehingga daya ubahnya pun sungguh luar biasa
dahsyatnya.
Inilah kisah bagaimana seorang
mursyid yang bersih, jujur, dan tulus, walau tanpa kekuatan fisik yang
berimbang, tapi karena kekuatan ruhiahnya begitu dahsyat, ternyata mampu
membolak-balikan hati, mengislamkan yang belum Islam, meluruskan yang tersesat,
dan menjadi jalan bertaubat bagi orang yang berlumur dosa. Allahuakbar. ***