PAKSAKAN DIRI UNTUK BERBUAT TAAT
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
Mahasuci Allah, Dzat yang
memiliki segalanya. Mahacermat, Mahasempurna sehingga sama sekali tiada
membutuhkan apapun bagi Allah SWT dan hamba-hamba-Nya. Tidak ada kepentingan
dan manfaat yang bisa kita berikan, karena Allah secara total dan Mahasempurna
telah mencukupi dirinya sendiri. Ribuan malaikat yang gemuruh bertasbih,
bertahmid, dan bertakbir tiap detik, tiap waktu, tiap kesempatan memuji Allah,
itupun hanya menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya.
Diciptakan-Nya makhluk jin dan
manusia, lalu diperintahkan untuk taat, bukan karena Allah membutuhkan ketaatan
makhluk-Nya. Sungguh, semua perintah dari Allah adalah karunia agar kita
menjadi terhormat, mulia, dan bisa kembali ke tempat asal mula kita yaitu
SURGA. Jadi kalau kita masuk neraka, naudzubillah, sama sekali bukan karena
kurangnya karunia ALLAH, tapi karena saking gigihnya kita ingin menjadi ahli
neraka, yaitu dengan banyaknya maksiat yang kita lakukan.
ALLAH SWT Mahatahu, bahwa kita
memiliki kecenderungan lebih ringan kepada hawa nafsu dan lebih berat kepada
taat. Oleh karena itu, jika kita mendapat perintah dari ALLAH, dalam bentuk
apapun, si nafsu ada kecenderungan 'berat' melakukannya, bahkan tak segan-segan
untuk menolaknya. Misal; sholat, kecenderungannya ingin dilambatkan. Shaf saja,
orang yang berebutan shaf pertama itu tidak banyak, amati saja bahwa shaf
belakang cenderung lebih banyak diminati. Perintah sholat banyak yang
melakukan, tapi belum tentu semuanya tepat waktu, yang tepat waktu juga belum
tentu bersungguh-sungguh khusu'. Bahkan ada kalanya - mungkin kita yang justru
menikmati shalat dengan pikiran yang melantur, melayang-layang tak karuan,
sehingga tak jarang banyak program atau urusan duniawi lainnya yang kita
selesaikan dalam shalat. Dan yang lebih parah lagi, kita tidak merasa bersalah.
Saat menafkahkan rizki untuk
sedekah, maka si nafsu akan membuat seakan-akan sedekah itu akan mengurangi
rizki kita, bahkan pada lintasan berikutnya sedekah ini akan dianggap membuat
kita tidak punya apa-apa. Padahal, sungguh sedekah tiak akan mengurangi rizki,
bahkan akan menambah rizki kita. Namun, karena nafsu tidak suka kepada sedekah,
maka jajan justru lebih disukai.
Sungguh, kita telah diperdaya
dengan rasa malas ini. Bahkan saat malas beribadah, otak kita pun dengan
kreatif akan segera berputar untuk mencari dalih ataupun alasan yang dipandang
"logis dan rasional". Sehingga apa-apa yang tidak kita lakukan karena
malas, seolah-olah mendapat legitimasi karena alasan kita yang logis dan
rasional itu, bukan semata-mata karena malas. Ah, betapa hawa nafsu begitu
pintar mengelabui kita. Lalu, bagaimana, cara kita mengatasi semua
kecenderungan negatif diri kita ini ?
Cara paling baik yang harus kita
lakukan adalah kegigihan kita melawan kemalasan diri ini, karena kecenderungan
malas kalau mau diikuti terus-menerus tidak akan ada ujungnya, bahkan akan
terus membelit kita menjadi seorang pemalas kelas berat, naudzubillah.
Berangkat ke Mesjid, maunya dilambat-lambat, maka lawan ! Berangkat saja.
Ketika terlintas, nanti saja wudlunya di Mesjid. Lawan ! Di Mesjid banyak
orang, segera lakukan wudlu di rumah saja! Itu sunah. Sungguh orang yang wudhu
di rumah lalu bergegas melangkahkan kakinya ke Mesjid untuk sholat, maka setiap
langkahnya adalah penggugur dosa dan pengangkat derajat.
Sampai di Mesjid paling nikmat
duduk di tempat yang memudahkan dia keluar dari Mesjid, bahkan kadangkala tak
sungkan untuk menghalangi orang lewat. Lebih-lebih lagi bila memakai sendal
bagus, ia akan berusaha sedekat mungkin dengan sendalnya, dengan alasan takut
dicuri orang. Begitulah nafsu, sungguh bagi orang yang ingin kebaikan, dia akan
berusaha agar duduknya tidak menjadi penghalang bagi orang lain. Maka akan
dicarinyalah shaf yang paling depan, shaf yang paling utama.
Sesudah sholat, ketika mau
dzikir, kadang terlintas urusan pekerjaan yang harus diselesaikan, maka bagi
yang tekadnya kurang kuat ia akan segera ngeloyor pergi, padahal zikir tidak
lebih dari sepuluh menit, ngobrol saja lima belas menit masih dianggap ringan.
Atau ada juga yang sampai pada tahap zikir, diucapnya berulang-ulang,
subhaanallah subhaanallah, tapi pikiran melayang kemana saja. Anehnya lagi
kalau memikirkan "Dia Si Jantung Hati", konsentrasinya sungguh luar
biasa. Kenapa misalnya, mengucap subhaanallah 33x yang sadar mengucapkannya,
cuma satu kali? Atau ingatlah saat kita akan berdoa, kadang kita malas, ada
saja alasan untuk tidak berdoa, walaupun dilakukan, akan dengan seringkas
mungkin. Padahal demi ALLAH dzikir-dzikir yang kita ucapkan akan kembali pada
diri kita juga.
Oleh karena itu, bila muncul rasa
malas untuk beribadah, itu berarti hawa nafsu berupa malas sedang merasuk
menguasai hati. Segeralah lawan dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada,
dengan cara segera melakukan ibadah yang dimalaskan tersebut. Sekali lagi,
bangun dan lawan ! Insya Allah itu akan lebih dekat kepada ketaatan. Janganlah
karena kemalasan beribadah yang kita lakukan, menjadikan kita tergolong
orang-orang munafik, naudzubillah.
Firman-Nya, " Sesungguhnya
orang-orang munafik itu hendak menipu ALLAH dan ALLAH akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas.
Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka
menyebut ALLAH, kecuali sedikit saja". (Q.S. AN Nisa 4: 142).
Ingatlah bahwa kalau kita tergoda
oleh bisikan hawa nafsu berupa kemalasan dalam beribadah, maka kita ini
sebenarnya sedang menyusahkan diri sendiri, karena semua perintah itu adalah
karunia ALLAH buat kemaslahatan diri kita juga. Coba, ALLAH menyuruh kita
berdzikir, siapa yang mendapat pahala ? Kita. ALLAH menyuruh berdoa,lalu doa
diijabah, buat Siapa ? Buat kita. ALLAH sedikitpun tidak ada kepentingan
manfaat atau mudharat terhadap apa-apa yang kita lakukan. Tepatlah ungkapan
Imam Ibnu Atho'illah dalam kitabnya, Al Hikam, "Allah mewajibkan kepadamu
berbuat taat, padahal yang sebenarnya hanya mewajibkan kepadamu untuk masuk ke
dalam SURGA-NYA (dan tidak mewajibkan apa-apa kepadamu hanya semata-mata supaya
masuk kedalam surga-Nya)".
Maka Abul Hasan Ashadily
menasehatkan kepada kita, "Hendaklah engkau mempunyai satu wirid, yang
tidak engkau lupakan selamanya, yaitu mengalahkan hawa nafsu dengan lebih
mencintai ALLAH SWT".
Maka kalau kita sengsara, kita
susah, kita menderita, itu bukan karena siapa-siapa, itu semua kita yang
berbuat. Padahal sungguh, setiap desah nafas yang kita hembuskan adalah amanah
dari ALLAH SWT, dan sebagai titipan wadah yang harus kita isi dengan amal-amal
kebaikan. Sedangkan hak ketuhanan tetap berlaku pada tiap detik yang dilalui
oleh seorang hamba. Abul Hasan lebih lanjut mengatakan, "Pada tiap waktu
ada bagian yang mewajibkan kepadamu terhadap ALLAH SWT (yaitu beribadah)".
Jadi sungguh sangat aneh jika
kita bercita-cita ingin bahagia, ingindimudahkan urusan, ingin dimulyakan, tapi
justru amal-amal yang kita lakukan ternyata menyiapkan diri kita untuk hidup
susah.
Seperti orang yang bercita-cita
ingin masuk surga tapi amalan-amalan yang dipilih amalan-amalan maksiat. Maka,
sahabat-sahabat sekalian sederhanakanlah hidup kita, paksakan diri ini untuk
taat kepada perintah ALLAH, kalau belum bisa ikhlas dan ringan dalam beribadah.
Mudah-mudahan ALLAH yang melihat
kegigihan diri kita memaksa diri ini, nanti dibuat jadi tidak terpaksa karena
Dia-lah yang Maha Menguasai diri ini.