Contoh Proposal Penelitian Pembelajaran Biologi | Studi Eksperimen Terhadap Siswa di Kelas XI | pada Sub Konsep Sistem Eksresi Pada Manusia..!!

A.      Latar Belakang Masalah
Kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Johnson, Johnson & Smith (Lie, Anita, 2007:5-6) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu proses pribadi tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama.”
Menurut Usman, Mohammad Uzer (dalam Suryosubroto : 2002).
“Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemeran utama. Dalam proses belajar mengajar sebagian hasil belajar peserta didik ditentukan oleh peranan guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola proses belajar mengajar, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas XI SMA Islam Cipasung Tasikmalaya, rata-rata nilai ulangan biologi pada tahun 2006/2007 yakni 60,00 sedangkan menurut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 63,00. Pada umumnya siswa menganggap pelajaran biologi sebagai pelajaran yang sulit untuk dipahami sehingga siswa merasa jenuh pada saat kegiatan belajar berlangsung, sehingga siswa hanya duduk, diam, dan mendengarkan.
Oleh karena itu harus dicarikan alternatif lain yang diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Maka penulis memilih pembelajaran kooperatif tipe make a match dan tipe think pair share yang memiliki keunggulan dapat meningkatkan aktivitas, minat, dan motivasi belajar siswa bahkan melatih kemampuan berkomunikasi untuk mengungkapkan pemahamannya (Kagan, Spenser, 1998. Cooperative, [online]. Tersedia : http://www.kaganonline.com/caganclub/freearticles/ Html).
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan untuk meneliti perbedaan hasil belajar siswa yang proses pembelajarannya menggunakan kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan think pair share ?”.

C.      Definisi Operasional
Untnk menghindari salah penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian ini, perlu kiranya didefinisikan beberapa istilah penting yang digunakan. Istilah-istilah penting yang digunakan adalah:
1.    Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati pada diri seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran. Dalam penelitian ini perubahan tingkah laku yang diamati/diukur hanya ranah kognitif saja yang dibatasi pada jenjang pengetahuan (Cl), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3). Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa ditunjukkan oleh skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes hasil belajar pada mata pelajaran biologi pada sub konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia;
2.    Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran ini adalah model pembelajaran kooperatif untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan (Lie, Anita, 2007:55)
Dalam pelaksanaannya model pembelajaran kooperatif tipe make a match menurut Curran, Lorna (Lie, Anita, 2007:55) merencanakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.    guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban;
b.    setiap siswa mendapat satu buah kartu, tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang;
c.    setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal/jawaban); dan
d.   setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
3.    Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi interaksi siswa. Menurut Slavin, Johnson & Johnson dalam makalah Ee, Lessie (Tersedia : http://www.kaganonline.com/caganclub/ ireearticles/Html). Struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikaan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.
Adapun langkah pembelajaran think pair share menurut Frank Lyman (Lie, Anita, 2007:57) adalah sebagai berikut:
a.    guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran;
b.    siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan tersebut. Dengan adanya proses berfikir ini setidaknya guru mengulangi masalah dari siswa yang suka berbicara karena memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri;
c.    guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan Lembar Kerja Siswa (LKS); dan
d.   pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi hasil dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai minimal seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

D.      Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah “untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang proses pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe make a match dengan think pair share pada sub konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia.”

E.       Kegunaan Penelitian
1.    Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai hasil kaji untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan memberikan kemudahan dalam mempelajari suatu konsep, sehingga belajar yang aktif dan efektif dapat tercapai, dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.    Kegunaan Praktis
a.    Bagi Sekolah
1)   Dapat   menentukan   strategi   yang   tepat   dalam   memilih   model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2)   Memberikan   sumbangan   pemikiran   bagi   pihak   sekolah   dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
b.    Bagi guru
1)   Menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya guru biologi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
2)   Menambah variasi dalam kegiatan pembelajaran supaya tidak merasa jenuh dalam belajar biologi.
c.    Bagi Siswa
1)   Dapat menumbuhkan dan mengembangkan motivasi dan keaktifan belajar siswa dalam mempelajari biologi.
2)   Dapat   merangsang   siswa   untuk   lebih   aktif  dalam   membantu meningkatkan hasil belajarnya.

F.       Landasan Teoritis
Kajian Teoritis
a.    Hasil Belajar
1)   Pengertian Belajar
Menurut Cronbach (dalam Suryabrata, Sumadi, 1984:251) “Belajar yang sebaik-baiknya adalah mengalami, dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya.”
Menurut Watson (Budiningssih, Asri, 2005:22) “Belajar adalah interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksudkan harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur”.
Menurur Purwanto M, Ngalim (1992:8) “Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dan perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk”.
Menurut Rusyan, Tabrani, et al. (1994:7).
a)         Belajar adalah memodifikaasi atau memperteguh tingkah laku melalui pengalaman,
b)        Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
c)         Belajar adalah   proses   perubahan   tingkah   laku   yang dinyatakan   dalam   bentuk   penguasan,   penggunaan,   dan penilaian terhadap sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi.
d)        Belajar  itu  selalu menunjukkan  suatu proses  perubahan perilaku  seseorang berdasarkan praktek atau  pengalaman tertentu.

Sudjana, Nona (1989:28) mcngemukakan bahwa.

“Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Dengan demikian belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Pengalaman dalam proses belajar tidak lain ialah interaksi antara individu dengan lingkungannya”.

Dari beberapa teori belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya belajar adalah kegiatan yang dilakukan oieri mdividu untuk   memperoleh   perubahan   tingkah   laku   yang   baru   berkat pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan.
2)        Pengertian Mengajar
Mengajar adalah istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan, karena keeratan hubungan antara keduanya. Sebagian orang menganggap bahwa mengajar hanya sebagian dari upaya pendidikan. Mengajar hanya dianggap sebagai salah satu alat atau cara dalam menyelenggarakan pendidikan, bukan pendidikan itu sendiri.
Tabrani, Rusyan, et al. (1994:26) menyatakan bahwa “Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.”
Burton (dalam Tabrani, Rusyan, et al. 1994:26) menyatakan bahwa “mengajar merupakan upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa untuk terjadinya proses belajar”.
Hamalik, Oemar (2005:48) menyatakan bahwa “Mengajar adalah usaha mengorganisasikan lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa”.
Anwar, Dede (2000:1) menyatakan bahwa “Mengajar adalah mempermudah dan memberikan dorongan kegiatan belajar. Sehingga guru  sebagai  pengajar  memiliki  tugas  memberikan  fasilitas  dan kemudahan bagi kegiatan pembelajaran.

3)        Pengertian Hasil Belajar
Perubahan belajar ditandai dengan adanya perubahan pola-pola sambutan baru dalam tingkah laku individu. Perubahan tingkah laku ini merupakan manifestasi perbuatan belajar. Ini berarti bahwa seseorang yang telah melalui proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Individu akan dengan sadar merasakan perubahan itu.
Sudjana, Nana (1989:49) menjelaskan secara singkat aspek hasil belajar yang dikemukakan oleh Bloom, yakni “Bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), serta bidang psikomotorik (kemampuan/ keterampilan bertindak/berperilaku)”. Ketiganya tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut, harus dipandang sebagai hasil belajar siswa, dari proses pengajaran. Hasil belajar tersebut nampak dalam perubahan tingkah laku. Secara teknik dirumuskan dalam sebuah pernyataan verbal melalui tujuan pengajaran (tujuan instruksional). Dengan kata lain, rumusan tujuan pengajaran berisi hasil belajar yang diharapkan dikuasai oleh siswa yang mencakup ketiga aspek tersebut.
Menurut Bloom (Sudjana, Nana, 2006:23) penggolongan hasil belajar adalah sebagai berikut :
a)    Hasil Belajar Kognitif
membagi enam tingkatan kemampuan kognitif yang bersifat hierarki, artinya yang satu lebih tinggi dari yang lainnya. Keenam tingkatan tersebut apabila diurutkan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi adalah sebagai berikut:
1.    pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat informasi yang telah diterima sebelumnya;
2.    pemahaman (comprehension), yaitu kemampuan untuk menjelaskan informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri;
3.    penerapan (application), yaitu kesanggupan menerapkan suatu konsep, ide, rumus, hukum, dalam situasi yang baru;
4.    analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam unsur-unsur hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, sehingga struktur dan aturannya dapat dimengerti;
5.    sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menyatukan berbagai unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang menyeluruh; dan
6.    evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menilai sesuatu hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria tertentu.
b)   Hasil Belajar Afektif
Hasil   belajar   afektif   lebih   menekankan   dirinya   pada pengembangan fungsi perasaan dan sikap. Oleh karena itu afektif lebih berhubungan dengan masalah nilai, perasaan dan sikap seseorang sebagai suatu hasil belajar. Kelima tingkat ranah afektif adalah :
1.    penerimaan (receiving), yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain;
2.    penanggapan (responding), yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap rangsangan yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya;
3.    penghargaan (appreciation), adalah memberikan harga pada objek, sehingga menjadikan seseorang bisa sadar bahwa objek tersebut mempunyai nilai dengan cara menunjukkan dalam bentuk sikap atau perilaku positif dan negatif;
4.    pengorganisasian (organization), adalah proses memadukan dan menyusun hubungan antar nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan; dan
5.    penghayatan (characterization atau intermalization), adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri perilakunya.
c)    Hasil Belajar Psikomotor
Hasil belajar jenis ini mengutamakan bentuk keterampilan (skill)   dan   kemampuan   bertindak   individu.   Ada   enam tingkatan keterampilan, yakni:
1.    gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar);
2.    keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;
3.    kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motoris dan lain-lain;
4.    kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan;
5.    gerakan-gerakan skill mulai dari keterampilan sederhana sampai yang kompleks; dan
6.    kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive, seperti gerakan eskpresif dan interpretatif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menempuh pengalaman belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya yang ditandai dengan suatu perubahan yang diukur melalui suatu tes prestasi.
4)        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Suryabrata, Sumadi (1984:253) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu:
a)   Faktor-faktor non sosial dalam belajar
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikata juga tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya : keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, malam), tempatnya (letak, gedung sekolah), alat-alat yang dipakai untuk belajar. Letak sekolah atau tempat belajar misalnya haras memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat dengan kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-ayarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah;
b)   Faktor-faktor sosial dalam belajar
Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial di disini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak mengganggu belajar itu. Misalnya kalau satu kelas, murid sedang mengerjakan ujian lalu terdengar banyak anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas; dan
c)   Faktor-faktor fisiologis dalam belajar
Faktor-faktor fisiologis ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam, yaitu : (1) jasmani pada umumnya, dan (2) keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu.

5)        Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran koopertif merapakan suatu model pengajaran yang menuntut siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Herawan, Dedi (2006:93) menyatakan “Model cooperative learning adalah suatu strategi belajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih”.
Slavin, 1987 (Tersedia: http://www.kaganonline.com/ caganclub/freearticles.Html) menyatakan
“Cooperative learning dapat meningkatkan pembelajaran yang positif, memaksimalkan waktu untuk meningkatkan proses belajar mengajar yang mantap, meningkatkan pemikiran yang kreatif dan kritis dan mengurangi kecemasan bagi siswa yang kurang mampu menerima pelajaran.”

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, Anita, 2007:31) “Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning.” Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu :
a)    Saling ketergantungan positif, adalah sifat yang menunjukkan saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran serta anggota kelompok, karena setiap anggota kelompok dianggap memiliki kontribusi. Jadi siswa berkolaborasi bukan berkompetisi.
b)   Tanggung jawab perseorangan, yaitu bahwa setiap individu di dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota.
c)    Tatap muka, yaitu setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada pemikiran dari satu kepala saja. Kegiatan interaksi ini akan membuat para siswa membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing- masing anggota.
d)   Komunikasi antar anggota, unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.
e)    Evaluasi proses kelompok. Proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif akan terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan dan memelihara kerja sama yang efektif. Oleh karena itu, pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas tidak cukup menunjukan sebuah pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesama anggotanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswa yang heterogen, siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Dalam model pembelajaran kooperatif, pengelompokkan dilakukan secara heterogen dan hal ini merupakan ciri yang paling menonjol dalam model pembelajaran kooperatif. Pengelompokkan tersebut dapat berdasarkan jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi dan etnik atau suku, serta kemampuan akademis.
a.   Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Model pembelajaran kooperatif dengan tipe make a match dikembangkan oleh Lorna Curran (dalam Lie, Anita, 2007:55). Menurut Loma Curran (Lie, Anita, 2007:55) “Teknik pembelajaran kooperatif tipe make a match dikembangkan agar siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.”
Menurut Curran, Lorna (Lie, Anita, 2007:55) langkah-langkah make a match adalah sebagai berikut:
1.    guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban;
2.    setiap siswa mendapat satu buah kartu. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang;
3.    setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal/jawaban); dan
4.    setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

Kelebihannya:
1.    Siswa dilatih untuk dapat bekerja sama, mempertahankan pendapat;
2.    Semua siswa terlibat.
Kekurangannya:
1.    Memerlukan waktu yang lama;
2.    Guru tidak mengetahui kemampuan siswa.
b.   Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Model pembelajaran kooperatif dengan tipe think pair share dikembangkan oleh Frank Lyman (Lie, Anita, 2007:57). Menurut Frank Lyman (Lie, Anita, 2007:57) “Teknik pembelajaran kooperatif tipe think pair share dikembangkan agar memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain”.
Menurut Lyman, Frank, 1985 (Ibrahim, Muslimin, et al. 2000:26) think pair share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lainnya. Misalkan seorang guru baru saja menyelesaikan penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu tugas, atau suatu situasi penuh teka teki telah ditemukan. Guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami. Guru memilih untuk menggunakan think pair share sebagai ganti tanya jawab seluruh kelas.
Menurut Lyman, Frank, 1985 (Ibrahim, Muslimin, et al. 2000:26) dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, terdapat beberapa langkah yang hams ditempuh.
Tahap 1       : Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat;
Tahap 2       : Pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau ide, biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan;
Tahap 3       : Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan, ini dapat dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Kelebihan:
1.    Mudah dilaksanakan dalam kelas besar;
2.    Memberi waktu untuk merefleksikan isi materi pembelajaran; dan
3.    Memberi waktu pada siswa untuk melatih dan mengeluarkan pendapat sebelum berbagi dengan kelompok kecil/kelas secara keseluruhan.
Kekurangan:
1.    Membutuhkan waktu lebih banyak;
2.    Membutuhkan -sosialisasi lebih baik; dan
3.    Siswa   lebih   mudah   lepas   dari   keterlibatan   dan   tidak memperhatikan.

2.    Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah penelitian la Kurniasih (2006) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe make a match Pada Konsep Sistem Pencernaan Makanan dan Kesehatan Pada Manusia”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe make a match menunjukkan hasil yang positif dalam meningkatkan penguasaan siswa pada konsep Pencernaan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba untuk menggunakannya pada sub konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia, sekaligus membedakan hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan think pair share.


G.      Kerangka Berpikir
Pembelajaran kooperatif tipe make a match memberikan kesempatan pada siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan, memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Siswa bekerja dengan sesama siswa lain dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Selain itu juga model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam kelompok yang berstruktur, untuk menjalin hubungan yang lebih positif, penyesuaian psikologis yang lebih baik untuk memahami suatu konsep sambil mencari pasangan jawaban yang tepat.
Pembelajaran kooperatif tipe think pair share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lainnya. Karena dalam prosesnya think pair share berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar, sehingga bisa memberi kesempatan pada siswa untuk lebih aktif, berpikir kritis, meningkatkan minat belajar, dan hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas diduga bahwa model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan think pair share dirasa tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada sub konsep sistem ekskresi pada manusia.

H.      Hipotesis
Agar penelitian ini terarah sesuai dengan tujuan, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ho


Ha
:


:
Tidak    terdapat    perbedaan    hasil    belajar    siswa    yang    proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran cooperative tipe make a match dengan think pair share.
Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran cooperative tipe make a match dengan think pair share.

I.         Prosedur Penelitian
1.         Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental research), karena yang menjadi objek penelitian adalah manusia dengan subjek penelitian yang sudah ditentukan jenisnya yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a macth dengan think pair share.
2.         Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
a.    variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar.
b.    variabel bebas dalam penelitian ini adalah model mengajar. Adapun variabel bebas yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan think pair share.
3.         Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu :
a.    teknik observasi. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melaksanakan proses belajar mengajar mengenai sub konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan think pair share, dan
b.    teknik tes. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui instrumen untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diperoleh.
4.         Instrumen Penelitian
a.    Konsepsi
Instrument yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa adalah tes formatif. Tes berupa pilihan ganda dengan 5 option sebanyak 30 butir soal. Instrumen disusun berdasarkan indikator yang ingin dicapai yang merupakan penjabaran dari kompetensi dasar.
Aspek yang diukur yaitu ranah kognitif yang dibatasi hanya pada jenjang pengetahuan (Cl), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3). Kisi- kisi tersebut mengenai sub konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia dengan tabel kisi- kisi sebagai berikut:
Tabel 1
Kisi- kisi Instrumen Penelitian
No
Pokok BahasanCl
Aspek kognitif
Jumlah
Cl
C2
C3
1.

2.

3.
4.
5.
Ginjal

Kulit

Hati
Paru-Paru
Gangguan sistem
ekskresi manusia, organ
penyusun ekskresi
8,10,15,
29*
4,27

24*
-
19,22,
28,30
12,17

1,3,7*,14*,
26
2*,9,23,25
6
11,18,21
-

5

16*
-
13,20*
6

8

6
1
9

Jumlah
.     11
15
4
30
Keterangan: (*) soal-soal yang tidak di pakai dalam penelitian
b.    Uji Coba Instrumen Penelitian
Uji coba instrumen penelitian dilaksanakan pada siswa kelas XII-4 SMA Islam Cipasung pada tanggal 11 Pebruari 2008. Tujuan dilakukan uji coba instrumen penelitian ini adalah untuk mengetahui validitas dan reabilitas soal.
1)   Uji Validitas
Untuk menghitung validitas soal digunakan rumus


Keterangan:
rxy           : koefisien korelasi variabel X dan Variabel Y
X            : skor jawaban masing-masing item
Y            : skor total
N            : banyaknya subjek

Kriteria pengujian validitas yang digunakan adalah:
Tabel 2
Kriteria Pengujian Validitas Soal
Ixy
Kriteria Pengujian
<0,00
soal harus dibuang
0,00 - 0,20
validitas sangat rendah
0,21-0,40
validitas rendah
0,41-0,71
validitas cukup
0,71-0,90
validitas tinggi
0,91-1,00
validitas sangat tinggi
Sumber : Arikunto, Suharsini, 2002: 163
Hasil analisis uji validitas yang digunakan pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel 3
Hasil Analisis
Uji Validitas Instrumen Penelitian
No Soal
rxy
Kriteria validitas
Keterangan
1
0,54
cukup
disukai
2
0,27
rendah
tidak disukai
3
0,53
cukup
disukai
4
0,49
cukup
disukai
5
0,52
cukup
disukai
6
0,47
cukup
disukai
7
0,10
rendah
tidak disukai
8
0,41
cukup
disukai
9
0,47
cukup
disukai
10
0,72
tinggi
sangat disukai
11
0,42
cukup
disukai
12
0,43
cukup
disukai
13
0,43
cukup
disukai
14
-0,80
rendah
tidak disukai
15
0,42
eukup
disukai
16
0,06
rendah
tidak disukai
17
0,44
Cukup
Disukai
18
0,43
Cukup
Disukai
19
0,49
Cukup
Disukai
20
0,11
Rendah
tidak disukai
21
0,47
Cukup
Disukai
22
0,44
Cukup
Disukai
23
0,42
Cukup
Disukai
24
0,05
Rendah
tidak disukai
25
0,43
Cukup
Disukai
26
0,43
cukup
disukai
27
0,72
tinggi
disukai
28
0,41
cukup
disukai
29
-0,53
rendah
tidak disukai
30
0,43
cukup
disukai
Keterangan : Soal yang validitasnya rendah dibuang
2)   Uji Realibilitas
Menurut Arikunto, Suharsimi (2002:163) bahwa untuk mencari reliabilitas soal digunakan rumus K- R 20 sebagai berikut:
 



                                                  
r11           = reliabilitas instrumen
p             = proporsi subjek yang menjawab benar
q             = proporsi subjek yang menjawab salah (q = 1- p)
Spq         = jumlah hasil perkalian antara p dan q
k             = banyaknya pertanyaan
Vt           = varians total




Kriteria pengujian reliabilitas butir soal digunakan sebagai berikut:
Tabel 4
Kriteria Pengujian Reliabilitas Soal
KR20
Kriteria Reabilitas
0,00 - 0,20
Reabilitas sangat rendah
0,21 - 0,40
Reliabilitas rendah
0,41 - 0,70
Reliabilitas cukup
0,71 - 0,90
Reliabilitas tinggi
0,91 - 1,00
Reliabilitas sangat tinggi
Sumber : Arikunto, Suharsimi, 2002:163
Hasil analisis uji reabilitas instrumen menunjukkan bahwa instrumen penelitian mempunyai KR20 sebesar 0,88 yang artinya soal mempunyai reabilitas tinggi.
5.         Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI. IA SMA Islam Cipasung tahun ajaran 2007/2008 sebanyak 2 kelas yang berjumlah 68 siswa, seluruh populasi dijadikan sampel. Populasi dianggap homogen berdasarkan pada nilai rata-rata kedua kelas pada mata pelajaran Biologi dari semester 1.
No
Kelas
Jumlah siswa
Rata-rata nilai Biologi
1
XI-1
35
6,00
2
XI-2
35
6,10
Adapun langkah penentuan perlakuan adalah sebagai berikut:
a.    pada gelas pertama dimasukkan gulungan kertas sebanyak dua buah yang berisi tulisan XI.IA1 dan XI.IA2;
b.    pada gelas kedua dimasukkan kertas sebanyak dua buah yang berisi tulisan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan tipe think pair share;
c.    kedua gelas tersebut dikocok secara bersama- sama; dan
d.   pada kocokan pertama dari gelas pertama keluar kelas dan dari gelas kedua akan keluar tipe model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan think pair share. Ini berarti siswa kelas XI.IA1 proses pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe make a match dan kelas XI.IA2 proses pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe think pair share.
6.         Desain Penelitian
Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah one shot case study, pada penelitian ini penulis hanya mengadakan perlakuan satu kali yang diperkirakan sudah memiliki pengaruh, kemudian melakukan evaluasi atau tes.
Menurut Surahman, Endang (2005:41) desain penelitiannya adalah sebagai berikut:
Rancangan

Prosedur


Keterangan
:
:
:


:
Kelas eksperimen I      :  R  X1  O
Kelas eksperimen II    :  R  X2  O
Subjek diberi perlakuan X dan setelah dilakukan pengukuran  (O)  sebagai  akibat  dari  perlakuan  yang diberikan.
R    =   randomisasi

X1


X2


O
=


=


=
perlakuan       (treatment)       pertama       dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match.
perlakuan (treatment) kedua dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe  think pair share.
hasil observasi sesudah diberikan perlakuan.

7.         Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan dan anlisis data menggunakan uji t.
8.         Langkah-langkah Penelitian
Secara umum, penelitian ini terdiri dalam dua tahap, yaitu:
a.    Tahap perencanaan/ persiapan, yang meliputi:
1)   Pada tanggal 29 Desember 2007 melakukan observasi ke SMA Islam Cipasung  untuk  melihat  kemungkinan  pelaksanaan  penelitian  di sekolah;
2)   Pada tanggal 9 Januari 2008 membuat surat izin ke Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Siliwangi;
3)   Pada tanggal 24 Januari 2008 menyusun instrumen penelitian;
4)   Pada tanggal 11 Februari 2008 uji coba instrumen penelitian;
5)   Pada tanggal 12 Februari 2008 mengolah hasil uji coba instrumen;
6)   Pada   tanggal   18   Februari   2008 menyususn   kembali   instrumen penelitian;
7)   Pada tanggal 18 Februari 2008 memperbanyak instrumen;
b.    Tahap pelaksanaan
1)   Pada tanggal 25 Januari 2008 konsultasi dengan Kepala Sekolah dan Guru Mata Pelajaran Biologi SMU Islam Cipasung, mengenai penelitian yang akan dilaksanakan;
2)   Melaksanakan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe yang berbeda, yaitu :
a)    pada tanggal 21 Pebruari 2007 dan 28 Pebruari 2008 melakukan proses    pembelajaran    di    kelas    XI1 menggunakan    model pembelajaran kooperatif tipe make a match, dan
b)   pada tanggal 21 Februari 2007 dan 28 Februari 2008 melaksanakan proses pembelajaran di kelas XI2 menggunakan model pelajaran kooperatif think pair share.
3)   Pada tanggal 28 Februari melakukan tes akhir untuk setiap kelas.


9.         Waktu dan Tempat Penelitian
a.       Waktu Penelitian
Pada tanggal 29 Desember 2007 samapi 2 maret 2008 waktu penelitian ini dilasanakan.
b.      Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI semester 2 tahun ajaran 2007/2008 SMA Islam Cipasung yang beralamat di Jl. KH Ruhiat Cipasung Desa Cipakat Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

Pengunjung