A. Latar
Belakang Masalah
Kegiatan
pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi
antar pribadi. Johnson, Johnson & Smith (Lie, Anita, 2007:5-6) mengemukakan
bahwa “Belajar adalah suatu proses pribadi tetapi juga proses sosial yang
terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun
pengertian dan pengetahuan bersama.”
Menurut
Usman, Mohammad Uzer (dalam Suryosubroto : 2002).
“Proses
belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru
sebagai pemeran utama. Dalam proses belajar mengajar sebagian hasil belajar
peserta didik ditentukan oleh peranan guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu
menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola
proses belajar mengajar, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang
optimal”.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan guru kelas XI SMA Islam Cipasung Tasikmalaya, rata-rata
nilai ulangan biologi pada tahun 2006/2007 yakni 60,00 sedangkan menurut
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 63,00. Pada umumnya siswa menganggap
pelajaran biologi sebagai pelajaran yang sulit untuk dipahami sehingga siswa
merasa jenuh pada saat kegiatan belajar berlangsung, sehingga siswa hanya
duduk, diam, dan mendengarkan.
Oleh
karena itu harus dicarikan alternatif lain yang diharapkan dapat meningkatkan
keaktifan dan prestasi belajar siswa. Maka penulis memilih pembelajaran
kooperatif tipe make a match dan tipe think pair share yang memiliki keunggulan
dapat meningkatkan aktivitas, minat, dan motivasi belajar siswa bahkan melatih
kemampuan berkomunikasi untuk mengungkapkan pemahamannya (Kagan, Spenser, 1998.
Cooperative, [online]. Tersedia : http://www.kaganonline.com/caganclub/freearticles/
Html).
Berdasarkan
uraian di atas, penulis berkeinginan untuk meneliti perbedaan hasil belajar
siswa yang proses pembelajarannya menggunakan kooperatif tipe make a match dan
model pembelajaran kooperatif tipe think pair share.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat
perbedaan hasil belajar siswa antara yang proses pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan think pair share ?”.
C. Definisi
Operasional
Untnk
menghindari salah penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam
judul penelitian ini, perlu kiranya didefinisikan beberapa istilah penting yang
digunakan. Istilah-istilah penting yang digunakan adalah:
1. Hasil
belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan tingkah laku yang
dapat diamati pada diri seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran. Dalam
penelitian ini perubahan tingkah laku yang diamati/diukur hanya ranah kognitif
saja yang dibatasi pada jenjang pengetahuan (Cl), pemahaman (C2), dan aplikasi
(C3). Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa ditunjukkan oleh skor yang
diperoleh siswa setelah mengikuti tes hasil belajar pada mata pelajaran biologi
pada sub konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia;
2. Model
pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran ini adalah model
pembelajaran kooperatif untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan (Lie, Anita, 2007:55)
Dalam
pelaksanaannya model pembelajaran kooperatif tipe make a match menurut Curran,
Lorna (Lie, Anita, 2007:55) merencanakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik yang mungkin cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban;
b. setiap
siswa mendapat satu buah kartu, tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu
yang dipegang;
c. setiap
siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(soal/jawaban); dan
d. setiap
siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Setelah
satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
3. Model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi interaksi siswa. Menurut Slavin,
Johnson & Johnson dalam makalah Ee, Lessie (Tersedia : http://www.kaganonline.com/caganclub/
ireearticles/Html). Struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Struktur ini menghendaki siswa
bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikaan oleh
penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.
Adapun
langkah pembelajaran think pair share menurut Frank Lyman (Lie, Anita, 2007:57)
adalah sebagai berikut:
a. guru
mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran;
b. siswa
diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan tersebut. Dengan adanya proses
berfikir ini setidaknya guru mengulangi masalah dari siswa yang suka berbicara
karena memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri;
c. guru
meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan Lembar
Kerja Siswa (LKS); dan
d. pada
tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi hasil dengan seluruh
kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai minimal seperempat
pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
D. Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah “untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa
yang proses pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe make a match dengan
think pair share pada sub konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia.”
E. Kegunaan
Penelitian
1. Kegunaan
Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai hasil kaji untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan memberikan kemudahan dalam mempelajari suatu konsep,
sehingga belajar yang aktif dan efektif dapat tercapai, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Kegunaan
Praktis
a. Bagi
Sekolah
1) Dapat menentukan
strategi yang tepat
dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
2) Memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak
sekolah dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.
b. Bagi
guru
1) Menambah
wawasan dan pengetahuan, khususnya guru biologi dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa.
2) Menambah
variasi dalam kegiatan pembelajaran supaya tidak merasa jenuh dalam belajar
biologi.
c. Bagi
Siswa
1) Dapat
menumbuhkan dan mengembangkan motivasi dan keaktifan belajar siswa dalam
mempelajari biologi.
2) Dapat merangsang
siswa untuk lebih
aktif dalam membantu meningkatkan hasil belajarnya.
F. Landasan
Teoritis
Kajian Teoritis
a. Hasil
Belajar
1) Pengertian
Belajar
Menurut
Cronbach (dalam Suryabrata, Sumadi, 1984:251) “Belajar yang sebaik-baiknya adalah
mengalami, dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya.”
Menurut
Watson (Budiningssih, Asri, 2005:22) “Belajar adalah interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksudkan harus berbentuk tingkah
laku yang dapat diamati dan dapat diukur”.
Menurur
Purwanto M, Ngalim (1992:8) “Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah
laku, dan perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik,
tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk”.
Menurut
Rusyan, Tabrani, et al. (1994:7).
a)
Belajar adalah memodifikaasi atau
memperteguh tingkah laku melalui pengalaman,
b)
Belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
c)
Belajar adalah proses
perubahan tingkah laku
yang dinyatakan dalam bentuk
penguasan, penggunaan, dan penilaian terhadap sikap dan
nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai
bidang studi.
d)
Belajar
itu selalu menunjukkan suatu proses
perubahan perilaku seseorang
berdasarkan praktek atau pengalaman
tertentu.
Sudjana,
Nona (1989:28) mcngemukakan bahwa.
“Belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk, seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada
individu yang belajar. Dengan demikian belajar pada dasarnya adalah proses
perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Pengalaman dalam proses
belajar tidak lain ialah interaksi antara individu dengan lingkungannya”.
Dari beberapa
teori belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya belajar adalah
kegiatan yang dilakukan oieri mdividu untuk
memperoleh perubahan tingkah
laku yang baru
berkat pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan.
2)
Pengertian Mengajar
Mengajar adalah
istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan,
karena keeratan hubungan antara keduanya. Sebagian orang menganggap bahwa
mengajar hanya sebagian dari upaya pendidikan. Mengajar hanya dianggap sebagai
salah satu alat atau cara dalam menyelenggarakan pendidikan, bukan pendidikan
itu sendiri.
Tabrani, Rusyan,
et al. (1994:26) menyatakan bahwa “Mengajar adalah segala upaya yang disengaja
dalam rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar
sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.”
Burton
(dalam Tabrani, Rusyan, et al. 1994:26) menyatakan bahwa “mengajar merupakan
upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan
dorongan kepada siswa untuk terjadinya proses belajar”.
Hamalik,
Oemar (2005:48) menyatakan bahwa “Mengajar adalah usaha mengorganisasikan
lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa”.
Anwar,
Dede (2000:1) menyatakan bahwa “Mengajar adalah mempermudah dan memberikan
dorongan kegiatan belajar. Sehingga guru
sebagai pengajar memiliki
tugas memberikan fasilitas
dan kemudahan bagi kegiatan pembelajaran.
3)
Pengertian Hasil Belajar
Perubahan
belajar ditandai dengan adanya perubahan pola-pola sambutan baru dalam tingkah
laku individu. Perubahan tingkah laku ini merupakan manifestasi perbuatan
belajar. Ini berarti bahwa seseorang yang telah melalui proses belajar akan
mengalami perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Individu akan dengan sadar
merasakan perubahan itu.
Sudjana, Nana
(1989:49) menjelaskan secara singkat aspek hasil belajar yang dikemukakan oleh
Bloom, yakni “Bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif
(berhubungan dengan sikap dan nilai), serta bidang psikomotorik (kemampuan/
keterampilan bertindak/berperilaku)”. Ketiganya tidak berdiri sendiri, tapi
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki.
Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil
belajar siswa di sekolah. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut, harus dipandang
sebagai hasil belajar siswa, dari proses pengajaran. Hasil belajar tersebut
nampak dalam perubahan tingkah laku. Secara teknik dirumuskan dalam sebuah
pernyataan verbal melalui tujuan pengajaran (tujuan instruksional). Dengan kata
lain, rumusan tujuan pengajaran berisi hasil belajar yang diharapkan dikuasai
oleh siswa yang mencakup ketiga aspek tersebut.
Menurut Bloom
(Sudjana, Nana, 2006:23) penggolongan hasil belajar adalah sebagai berikut :
a) Hasil
Belajar Kognitif
membagi
enam tingkatan kemampuan kognitif yang bersifat hierarki, artinya yang satu
lebih tinggi dari yang lainnya. Keenam tingkatan tersebut apabila diurutkan
dari yang paling rendah ke yang paling tinggi adalah sebagai berikut:
1. pengetahuan
(knowledge), yaitu kemampuan mengingat informasi yang telah diterima
sebelumnya;
2. pemahaman
(comprehension), yaitu kemampuan untuk menjelaskan informasi yang telah
diketahui dengan kata-kata sendiri;
3. penerapan
(application), yaitu kesanggupan menerapkan suatu konsep, ide, rumus, hukum,
dalam situasi yang baru;
4. analisis
(analysis), yaitu kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam unsur-unsur hubungan
antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, sehingga struktur dan
aturannya dapat dimengerti;
5. sintesis
(synthesis), yaitu kemampuan menyatukan berbagai unsur pengetahuan yang ada
sehingga terbentuk pola baru yang menyeluruh; dan
6. evaluasi
(evaluation), yaitu kemampuan menilai sesuatu hal untuk tujuan tertentu
berdasarkan kriteria tertentu.
b) Hasil
Belajar Afektif
Hasil belajar
afektif lebih menekankan
dirinya pada pengembangan fungsi
perasaan dan sikap. Oleh karena itu afektif lebih berhubungan dengan masalah
nilai, perasaan dan sikap seseorang sebagai suatu hasil belajar. Kelima tingkat
ranah afektif adalah :
1. penerimaan
(receiving), yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang
datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain;
2. penanggapan
(responding), yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap rangsangan
yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan
dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya;
3. penghargaan
(appreciation), adalah memberikan harga pada objek, sehingga menjadikan
seseorang bisa sadar bahwa objek tersebut mempunyai nilai dengan cara menunjukkan
dalam bentuk sikap atau perilaku positif dan negatif;
4. pengorganisasian
(organization), adalah proses memadukan dan menyusun hubungan antar nilai-nilai
yang terbaik untuk diterapkan; dan
5. penghayatan
(characterization atau intermalization), adalah sikap dan perbuatan yang secara
konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat
diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi
ciri-ciri perilakunya.
c) Hasil
Belajar Psikomotor
Hasil
belajar jenis ini mengutamakan bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu.
Ada enam tingkatan keterampilan,
yakni:
1. gerakan
refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar);
2. keterampilan
pada gerakan-gerakan dasar;
3. kemampuan
perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motoris dan
lain-lain;
4. kemampuan
di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan;
5. gerakan-gerakan
skill mulai dari keterampilan sederhana sampai yang kompleks; dan
6. kemampuan
yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive, seperti gerakan eskpresif dan
interpretatif.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menempuh pengalaman belajar dan berinteraksi dengan
lingkungannya yang ditandai dengan suatu perubahan yang diukur melalui suatu
tes prestasi.
4)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil
Belajar
Suryabrata,
Sumadi (1984:253) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar,
yaitu:
a) Faktor-faktor
non sosial dalam belajar
Kelompok
faktor-faktor ini boleh dikata juga tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya :
keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, malam), tempatnya (letak,
gedung sekolah), alat-alat yang dipakai untuk belajar. Letak sekolah atau
tempat belajar misalnya haras memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang
tidak terlalu dekat dengan kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus
memenuhi syarat-ayarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah;
b) Faktor-faktor
sosial dalam belajar
Yang
dimaksud dengan faktor-faktor sosial di disini adalah faktor manusia (sesama
manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat
disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang-orang lain
pada waktu seseorang sedang belajar, banyak mengganggu belajar itu. Misalnya
kalau satu kelas, murid sedang mengerjakan ujian lalu terdengar banyak
anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas; dan
c) Faktor-faktor
fisiologis dalam belajar
Faktor-faktor
fisiologis ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam, yaitu : (1)
jasmani pada umumnya, dan (2) keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu.
5)
Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
koopertif merapakan suatu model pengajaran yang menuntut siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu
untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Herawan, Dedi
(2006:93) menyatakan “Model cooperative learning adalah suatu strategi belajar
yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerja yang teratur dalam kelompok, yang terdiri
atas dua orang atau lebih”.
Slavin, 1987
(Tersedia: http://www.kaganonline.com/
caganclub/freearticles.Html) menyatakan
“Cooperative
learning dapat meningkatkan pembelajaran yang positif, memaksimalkan waktu
untuk meningkatkan proses belajar mengajar yang mantap, meningkatkan pemikiran
yang kreatif dan kritis dan mengurangi kecemasan bagi siswa yang kurang mampu
menerima pelajaran.”
Menurut
Roger dan David Johnson (Lie, Anita, 2007:31) “Tidak semua kerja kelompok bisa
dianggap cooperative learning.” Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur
model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu :
a) Saling
ketergantungan positif, adalah sifat yang menunjukkan saling ketergantungan
satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif. Keberhasilan kelompok
sangat ditentukan oleh peran serta anggota kelompok, karena setiap anggota
kelompok dianggap memiliki kontribusi. Jadi siswa berkolaborasi bukan
berkompetisi.
b) Tanggung
jawab perseorangan, yaitu bahwa setiap individu di dalam kelompok mempunyai
tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok,
sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh tanggung jawab setiap
anggota.
c) Tatap
muka, yaitu setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada pemikiran
dari satu kepala saja. Kegiatan interaksi ini akan membuat para siswa membentuk
sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah
menghargai, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing- masing
anggota.
d) Komunikasi
antar anggota, unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada
kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapatnya.
e) Evaluasi
proses kelompok. Proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif akan terjadi
ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan dan
memelihara kerja sama yang efektif. Oleh karena itu, pengajar perlu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas tidak cukup menunjukan sebuah pembelajaran kooperatif
jika para siswa duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil tetapi
menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri. Pembelajaran kooperatif
menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesama
anggotanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah
atau tugas. Dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu
model pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswa yang heterogen, siswa belajar
dan bekerjasama dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas kelompok dalam
mencapai tujuan bersama. Dalam model pembelajaran kooperatif, pengelompokkan
dilakukan secara heterogen dan hal ini merupakan ciri yang paling menonjol dalam
model pembelajaran kooperatif. Pengelompokkan tersebut dapat berdasarkan jenis
kelamin, latar belakang sosial ekonomi dan etnik atau suku, serta kemampuan
akademis.
a. Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Model
pembelajaran kooperatif dengan tipe make a match dikembangkan oleh Lorna Curran
(dalam Lie, Anita, 2007:55). Menurut Loma Curran (Lie, Anita, 2007:55) “Teknik
pembelajaran kooperatif tipe make a match dikembangkan agar siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan.”
Menurut
Curran, Lorna (Lie, Anita, 2007:55) langkah-langkah make a match adalah sebagai
berikut:
1. guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban;
2. setiap
siswa mendapat satu buah kartu. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu
yang dipegang;
3. setiap
siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(soal/jawaban); dan
4. setiap
siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Setelah
satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
Kelebihannya:
1. Siswa
dilatih untuk dapat bekerja sama, mempertahankan pendapat;
2. Semua
siswa terlibat.
Kekurangannya:
1. Memerlukan
waktu yang lama;
2. Guru
tidak mengetahui kemampuan siswa.
b. Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Model
pembelajaran kooperatif dengan tipe think pair share dikembangkan oleh Frank
Lyman (Lie, Anita, 2007:57). Menurut Frank Lyman (Lie, Anita, 2007:57) “Teknik
pembelajaran kooperatif tipe think pair share dikembangkan agar memberikan
siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain”.
Menurut
Lyman, Frank, 1985 (Ibrahim, Muslimin, et al. 2000:26) think pair share
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu
yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama
lainnya. Misalkan seorang guru baru saja menyelesaikan penyajian singkat, atau
siswa telah membaca suatu tugas, atau suatu situasi penuh teka teki telah
ditemukan. Guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa
yang telah dijelaskan atau dialami. Guru memilih untuk menggunakan think pair share
sebagai ganti tanya jawab seluruh kelas.
Menurut
Lyman, Frank, 1985 (Ibrahim, Muslimin, et al. 2000:26) dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share, terdapat beberapa langkah yang
hams ditempuh.
Tahap 1 : Thinking (berpikir)
Guru
mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Selanjutnya
siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan atau isu tersebut secara
mandiri untuk beberapa saat;
Tahap 2 : Pairing (berpasangan)
Guru
meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang
telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat
berbagi jawaban atau ide, biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk
berpasangan;
Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Pada
tahap akhir ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh
kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan, ini dapat dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat
pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Kelebihan:
1. Mudah
dilaksanakan dalam kelas besar;
2. Memberi
waktu untuk merefleksikan isi materi pembelajaran; dan
3. Memberi
waktu pada siswa untuk melatih dan mengeluarkan pendapat sebelum berbagi dengan
kelompok kecil/kelas secara keseluruhan.
Kekurangan:
1. Membutuhkan
waktu lebih banyak;
2. Membutuhkan
-sosialisasi lebih baik; dan
3. Siswa lebih
mudah lepas dari
keterlibatan dan tidak memperhatikan.
2. Penelitian
Yang Relevan
Penelitian
yang pernah dilakukan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a
match adalah penelitian la Kurniasih (2006) dengan judul “Meningkatkan Hasil
Belajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe make a match Pada Konsep
Sistem Pencernaan Makanan dan Kesehatan Pada Manusia”. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe make a match menunjukkan hasil
yang positif dalam meningkatkan penguasaan siswa pada konsep Pencernaan.
Berdasarkan
hal tersebut, penulis mencoba untuk menggunakannya pada sub konsep Sistem
Ekskresi Pada Manusia, sekaligus membedakan hasil belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan think pair share.
G. Kerangka
Berpikir
Pembelajaran
kooperatif tipe make a match memberikan kesempatan pada siswa agar saling
berbagi informasi pada saat yang bersamaan, memungkinkan siswa untuk berbagi
dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Siswa bekerja dengan
sesama siswa lain dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Selain itu
juga model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah suatu strategi
belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam
kelompok yang berstruktur, untuk menjalin hubungan yang lebih positif,
penyesuaian psikologis yang lebih baik untuk memahami suatu konsep sambil
mencari pasangan jawaban yang tepat.
Pembelajaran
kooperatif tipe think pair share memiliki prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab,
dan saling membantu satu sama lainnya. Karena dalam prosesnya think pair share
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar, sehingga bisa memberi kesempatan pada siswa
untuk lebih aktif, berpikir kritis, meningkatkan minat belajar, dan hasil
belajar.
Berdasarkan
uraian di atas diduga bahwa model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan
think pair share dirasa tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada sub
konsep sistem ekskresi pada manusia.
H. Hipotesis
Agar
penelitian ini terarah sesuai dengan tujuan, maka dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Ho
Ha
|
:
:
|
Tidak
terdapat perbedaan hasil
belajar siswa yang
proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran cooperative tipe
make a match dengan think pair share.
Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang proses
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran cooperative tipe make a match
dengan think pair share.
|
I.
Prosedur Penelitian
1.
Metode Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi
experimental research), karena yang menjadi objek penelitian adalah manusia
dengan subjek penelitian yang sudah ditentukan jenisnya yaitu menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe make a macth dengan think pair share.
2.
Variabel Penelitian
Dalam
penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
a.
variabel terikat dalam
penelitian ini adalah hasil belajar.
b.
variabel bebas dalam
penelitian ini adalah model mengajar. Adapun variabel bebas yang dimaksud
adalah model pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan think
pair share.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu :
a.
teknik observasi. Observasi
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melaksanakan proses belajar mengajar
mengenai sub konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan think pair share, dan
b. teknik tes. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui
instrumen untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diperoleh.
4.
Instrumen Penelitian
a. Konsepsi
Instrument
yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa adalah tes formatif. Tes
berupa pilihan ganda dengan 5 option sebanyak 30 butir soal. Instrumen disusun
berdasarkan indikator yang ingin dicapai yang merupakan penjabaran dari
kompetensi dasar.
Aspek
yang diukur yaitu ranah kognitif yang dibatasi hanya pada jenjang pengetahuan
(Cl), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3). Kisi- kisi tersebut mengenai sub
konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia dengan tabel kisi- kisi sebagai berikut:
Tabel
1
Kisi-
kisi Instrumen Penelitian
No
|
Pokok BahasanCl
|
Aspek kognitif
|
Jumlah
|
||
Cl
|
C2
|
C3
|
|||
1.
2.
3.
4.
5.
|
Ginjal
Kulit
Hati
Paru-Paru
Gangguan
sistem
ekskresi
manusia, organ
penyusun
ekskresi
|
8,10,15,
29*
4,27
24*
-
19,22,
28,30
|
12,17
1,3,7*,14*,
26
2*,9,23,25
6
11,18,21
|
-
5
16*
-
13,20*
|
6
8
6
1
9
|
Jumlah
|
.
11
|
15
|
4
|
30
|
Keterangan:
(*) soal-soal yang tidak di pakai dalam penelitian
b. Uji Coba
Instrumen Penelitian
Uji coba instrumen penelitian dilaksanakan pada siswa kelas XII-4
SMA Islam Cipasung pada tanggal 11 Pebruari 2008. Tujuan dilakukan uji coba
instrumen penelitian ini adalah untuk mengetahui validitas dan reabilitas soal.
1) Uji
Validitas
Untuk menghitung validitas soal digunakan
rumus
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi variabel X dan Variabel Y
X :
skor jawaban masing-masing item
Y :
skor total
N :
banyaknya subjek
Kriteria pengujian validitas yang
digunakan adalah:
Tabel 2
Kriteria
Pengujian Validitas Soal
Ixy
|
Kriteria Pengujian
|
<0,00
|
soal harus dibuang
|
0,00 - 0,20
|
validitas sangat rendah
|
0,21-0,40
|
validitas rendah
|
0,41-0,71
|
validitas cukup
|
0,71-0,90
|
validitas tinggi
|
0,91-1,00
|
validitas sangat tinggi
|
Sumber : Arikunto, Suharsini, 2002: 163
Hasil analisis uji validitas yang
digunakan pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel 3
Hasil Analisis
Uji Validitas
Instrumen Penelitian
No Soal
|
rxy
|
Kriteria validitas
|
Keterangan
|
1
|
0,54
|
cukup
|
disukai
|
2
|
0,27
|
rendah
|
tidak disukai
|
3
|
0,53
|
cukup
|
disukai
|
4
|
0,49
|
cukup
|
disukai
|
5
|
0,52
|
cukup
|
disukai
|
6
|
0,47
|
cukup
|
disukai
|
7
|
0,10
|
rendah
|
tidak disukai
|
8
|
0,41
|
cukup
|
disukai
|
9
|
0,47
|
cukup
|
disukai
|
10
|
0,72
|
tinggi
|
sangat disukai
|
11
|
0,42
|
cukup
|
disukai
|
12
|
0,43
|
cukup
|
disukai
|
13
|
0,43
|
cukup
|
disukai
|
14
|
-0,80
|
rendah
|
tidak disukai
|
15
|
0,42
|
eukup
|
disukai
|
16
|
0,06
|
rendah
|
tidak disukai
|
17
|
0,44
|
Cukup
|
Disukai
|
18
|
0,43
|
Cukup
|
Disukai
|
19
|
0,49
|
Cukup
|
Disukai
|
20
|
0,11
|
Rendah
|
tidak disukai
|
21
|
0,47
|
Cukup
|
Disukai
|
22
|
0,44
|
Cukup
|
Disukai
|
23
|
0,42
|
Cukup
|
Disukai
|
24
|
0,05
|
Rendah
|
tidak disukai
|
25
|
0,43
|
Cukup
|
Disukai
|
26
|
0,43
|
cukup
|
disukai
|
27
|
0,72
|
tinggi
|
disukai
|
28
|
0,41
|
cukup
|
disukai
|
29
|
-0,53
|
rendah
|
tidak disukai
|
30
|
0,43
|
cukup
|
disukai
|
Keterangan : Soal yang validitasnya
rendah dibuang
2) Uji
Realibilitas
Menurut Arikunto, Suharsimi (2002:163) bahwa untuk mencari
reliabilitas soal digunakan rumus K- R 20 sebagai berikut:
r11 = reliabilitas instrumen
p =
proporsi subjek yang menjawab benar
q = proporsi subjek yang menjawab salah (q
= 1- p)
Spq = jumlah hasil
perkalian antara p dan q
k = banyaknya pertanyaan
Vt = varians total
Kriteria pengujian reliabilitas butir soal digunakan sebagai
berikut:
Tabel 4
Kriteria Pengujian
Reliabilitas Soal
KR20
|
Kriteria Reabilitas
|
0,00 - 0,20
|
Reabilitas sangat rendah
|
0,21 - 0,40
|
Reliabilitas rendah
|
0,41 - 0,70
|
Reliabilitas cukup
|
0,71 - 0,90
|
Reliabilitas tinggi
|
0,91 - 1,00
|
Reliabilitas sangat tinggi
|
Sumber : Arikunto, Suharsimi, 2002:163
Hasil
analisis uji reabilitas instrumen menunjukkan bahwa instrumen penelitian
mempunyai KR20 sebesar 0,88 yang artinya soal mempunyai reabilitas
tinggi.
5.
Populasi dan Sampel
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI. IA SMA Islam Cipasung tahun
ajaran 2007/2008 sebanyak 2 kelas yang berjumlah 68 siswa, seluruh populasi
dijadikan sampel. Populasi dianggap homogen berdasarkan pada nilai rata-rata
kedua kelas pada mata pelajaran Biologi dari semester 1.
No
|
Kelas
|
Jumlah siswa
|
Rata-rata nilai Biologi
|
1
|
XI-1
|
35
|
6,00
|
2
|
XI-2
|
35
|
6,10
|
Adapun langkah
penentuan perlakuan adalah sebagai berikut:
a.
pada gelas pertama
dimasukkan gulungan kertas sebanyak dua buah yang berisi tulisan XI.IA1
dan XI.IA2;
b.
pada gelas kedua dimasukkan
kertas sebanyak dua buah yang berisi tulisan model pembelajaran kooperatif tipe
make a match dan tipe think pair share;
c.
kedua gelas tersebut dikocok
secara bersama- sama; dan
d. pada kocokan pertama dari gelas pertama keluar kelas dan dari
gelas kedua akan keluar tipe model pembelajaran kooperatif tipe make a match
dan think pair share. Ini berarti siswa kelas XI.IA1
proses pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe make a match dan
kelas XI.IA2 proses pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe think
pair share.
6.
Desain Penelitian
Desain
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah one shot case study, pada penelitian
ini penulis hanya mengadakan perlakuan satu kali yang diperkirakan sudah
memiliki pengaruh, kemudian melakukan evaluasi atau tes.
Menurut
Surahman, Endang (2005:41) desain penelitiannya adalah sebagai berikut:
Rancangan
Prosedur
Keterangan
|
:
:
:
:
|
Kelas eksperimen I : R X1 O
Kelas eksperimen II : R X2 O
Subjek diberi perlakuan X dan setelah dilakukan
pengukuran (O) sebagai
akibat dari perlakuan
yang diberikan.
R = randomisasi
|
X1
X2
O
|
=
=
=
|
perlakuan (treatment) pertama dengan mengunakan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match.
perlakuan
(treatment) kedua dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share.
hasil
observasi sesudah diberikan perlakuan.
|
7.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik
pengolahan dan anlisis data menggunakan uji t.
8.
Langkah-langkah Penelitian
Secara umum,
penelitian ini terdiri dalam dua tahap, yaitu:
a. Tahap
perencanaan/ persiapan, yang meliputi:
1) Pada
tanggal 29 Desember 2007 melakukan observasi ke SMA Islam Cipasung untuk
melihat kemungkinan pelaksanaan
penelitian di sekolah;
2) Pada
tanggal 9 Januari 2008 membuat surat izin ke Fakultas Keguruan dan Ilmu
pendidikan, Universitas Siliwangi;
3) Pada
tanggal 24 Januari 2008 menyusun instrumen penelitian;
4) Pada tanggal
11 Februari 2008 uji coba instrumen penelitian;
5) Pada
tanggal 12 Februari 2008 mengolah hasil uji coba instrumen;
6) Pada tanggal
18 Februari 2008 menyususn kembali
instrumen penelitian;
7) Pada
tanggal 18 Februari 2008 memperbanyak instrumen;
b. Tahap
pelaksanaan
1) Pada
tanggal 25 Januari 2008 konsultasi dengan Kepala Sekolah dan Guru Mata
Pelajaran Biologi SMU Islam Cipasung, mengenai penelitian yang akan
dilaksanakan;
2) Melaksanakan
proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
yang berbeda, yaitu :
a) pada
tanggal 21 Pebruari 2007 dan 28 Pebruari 2008 melakukan proses pembelajaran di
kelas XI1 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a
match, dan
b) pada
tanggal 21 Februari 2007 dan 28 Februari 2008 melaksanakan proses pembelajaran
di kelas XI2 menggunakan model pelajaran kooperatif think pair
share.
3) Pada
tanggal 28 Februari melakukan tes akhir untuk setiap kelas.
9.
Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu
Penelitian
Pada tanggal 29
Desember 2007 samapi 2 maret 2008 waktu penelitian ini dilasanakan.
b. Tempat
Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di kelas XI semester 2 tahun ajaran 2007/2008 SMA Islam Cipasung
yang beralamat di Jl. KH Ruhiat Cipasung Desa Cipakat Kecamatan Singaparna
Kabupaten Tasikmalaya.