KESENIAN TARI SINTREN
Disusun Oleh :
Rizky Pramudiyas Ratri K.
Di desa Cibenon kecamatan Sidareja kabupaten Cilacap, Jawa Tengah hampir setiap malam minggu terdengar iringan musik yang di tabuh. Di tengah-tengah kerumunan penonton yang melingkar, terlihat penari yang memakai kaca mata hitam menari di atas alas tikar dengan bertelanjang kaki. Terlihat juga ada kurungan ayam yang ditutupi kain dan sesajen yang mengepul mengeluarkan asap. Sintren, mereka sering menyebut kesenian khas banyumasan itu. Kesenian yang berasal dari jaman dahulu ini masih diminati masyarakat desa Cibenon sebagai hiburan malam di malam minggu. Kesenian sintren bukanlah kesenian biasa, namun memiliki mitos yang dipercaya masyarakat luas.
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). sintren jg mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yg khas.
Kesesian tari sintren merupakan pertunjukan tari yang ada di Jawa Tengah khususnya daerah Cilacap dan Banyumas. Hingga kinipun di desa Cibenon kecamatan Sidareja kabupaten Cilacap, pertunjukan sintren masih diminati oleh masyarakat desa sebagai hiburan. Pertunjukan sintren menurut pawangnya dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama, pawang memegang kedua tangan calon sintren lalu tangan calon sintren ditaruh diatas asap menyan sembari si pawang membaca mantra. Setelah itu calon sintren diikat dengan tambang yang dililitkan pada tubuh penari/ calon sintren.
Tahap kedua, calon sintren dimasukan kurungan ayam. Dimasukan pula baju sintren dan peralatan make upnya. Hanya beberapa menit kurungan ayam yang tertutup kain di buka, sang sintren telah bermakeup dan telah memakai baju sintren yang tadi dimasukan ke dalam kurungan padahal tubuh sang sintren masih terlilit tambang. Kemudian kurungan kembali ditutup.
Tahap ketiga, kurungan ayam kembali dibuka dan kali ini tubuh sintren tidak lagi terlilit tali tambang. Kemudian sang sintren menari menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang menutup karena dimasuki roh. Sang sintren juga melakukan akrobat menari di atas kurungan ayam. Sering kali penonton melakukan sawer dengan cara melempar uang koin ke tubuh sintren. Saat tubuh sintren ter sentuh koin tubuh sintren akan jatuh/ pingsan dan akan bangun lagi.
Jika dilihat dari sudut pandang agama, memang kesenian ini tidak baik untuk dilakukan karena mengandung unsur musrik karena memanggil roh dengan bantuan sesajen. Namun masyarakat di desa Cibenon hanya mengganggap kesenian sintr4en sebagai hiburan semata dan upaya untuk melestarikan adat istiadat yang diturunkan nenek moyang mereka.