Pada postingan kali ini penulis akan melanjutkan bahasan Makalah Teori Belajar dan Implikasinya yaitu c) Teori Belajar Humanisme, 1) Implikasi Teori Belajar a) Implikasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran b) Implikasi Teori Humanisme dalam Pendidikan c) Implikasi Teori Kognitif dalam Pendidikan, yang
mudah-mudahan bermanfaat buat semuanya khususnya yang sudah mampir
silaturahmi dan mau membaca artikel yang ada di Adin Blog's ini.
LANJUTAN PEMBAHASAN
1.1.3 Teori Belajar Humanisme
1.Pengertian Humanisme
Dalam
teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian
manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk
melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan positif ini yang disebut
sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme
biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang
positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan
emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan
karateristik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran
humanisme. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses
yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia.
Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk
mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang
yang belajar secara optimal.
2. Ciri-ciri Teori Humanisme
Pendekatan
humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.
Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan
menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan
tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode
untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati
keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam
pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam
teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide
penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk
mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga
siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa
tersebut dapat memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan,
dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian maka siswa
diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya
sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang
terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat
meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan kata
lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan,
komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.
Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk
mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru
diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama,
saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk
diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu
proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil
belajar yang dicapai siswa.
3. Tokoh Humanisme
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai teori belajar huamanisme yaitu diantaranya :
A. Arthur Combs (1912-1999)
Arthur
Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi
apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam
kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak
disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yang
diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut
terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga
guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru
harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau
belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
A. Maslow
Teori Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu
usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku
dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri
masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi
lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan,
keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs)
manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi
kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut
Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh
guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian
dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si
siswa belum terpenuhi.
B. Carl Roger
Seorang psikolog
humanism yang menekankan perlunya sikap salaing menghargai dan tanpa
prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalahkehidupannya.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran.
Ada
beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif;
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari
hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan
setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau
pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang
kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Tokoh teori belajar Humanisme dan Carl Rog berdasar pada asumsi bahwa :
- 1. Individu adalah pribadi utuh dan memiliki kebebasan untuk menentukan kehidupannya
- 2. Individu mempunyai hasrat untuk untuk mengetahui (curiosity), hasrat untuk bereksplorasi, dan mengasimilasi pengalaman-pengalamannya
- 3. Belajar adalah fungsi seluruh kepribadian individu
- 4. Belajar akan bermakna jika melibatkan seluruh kepribadian individu
4. Aplikasi dan Implikasi Humanisme
A. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
- 1.Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
- 2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
- 3.Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
- 4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
- 5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
- 6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
- 7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
- 8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
5.Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru
dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa
berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri ,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi
diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran berdasarkan teori humanisme
ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi
ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan
terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
2.1 Implikasi Teori Belajar
2.1.1 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran
Proses
pembelajaran berpegang teguh pada prinsip dan pemahaman aliran
behaviorisme menekankan pada pentingnya keterampilan dan pengetahuan
akademik maupun perilaku sosial sebagai hasil belajar (Agus Taufik,
2007: 6.20).Pendekatan akademik yang lebih menekankan pada penguasaan
secara tuntas terhadap apa saja yang dipelajari menjadi langkah penting
dalam pencapaian teor ibehaviorisme ini. Tujuan pendidikan bersifat
eksternal, artinya guru yang mengendalikan proses pembelajaran tanpa
campur tangan peseta didik.Hasil belajar akan lebih bermakna jika
prosesnya menyenangkan peserta didik dan terjadi penguatan
(reinforcement). Misalnya, peserta didik menjawab benar maka diberi
penguatan oleh guru/pendidik dengan mengucapkan “ Jawabanmu bagus ” atau
“ tepat” ,dan sebagainya. Menurut William C. Crain(1980:9) guru, orang
tua, dan pendidik harus memberikan penguatan terutamayang bersifat
psikologis dan menghindari penguatan yang lebih bersifatkebendaan.
Sedangkan penghargaan (rewards) seharusnya diberikan hanya kepada
perilaku yang masuk akal (reasonable) dan tidak bersifat
memanjakan.Hindari hukuman ( punishments) yang bersifat fisik.Kurikulum
yang berorientasi pada aliran behaviorisme harus sudah menggambarkan
perincian tentang apa-apa yang hendak disajikan kepada pesertadidik.
Kurikulum harus dikristalisasikan dalam satuan acara pembelajaran
(SAP)yang dirancang sedemikian rupa sebelum proses pembelajaran dimulai.
2.1.2 Implikasi Teori Humanisme dalam Pendidikan
Pandangan
kalangan humanisme tentang proses belajar mengimplikasikan perlunya
penataan peran guru/tenaga kependidikan dan prioritas pendidikan
(AgusTaufik, 2007: 6.21). Teori ini meyakini bahwa guru adalah
fasilitator bukan sebagai pengajar belaka. Artinya, pengajar harus bisa
memfasilitasi tumbuhnya motivasi belajar dalam diri peserta didik,
bukannya berpusat pada prosespembelajaran. Peserta didik harus diberi
kesempatan untuk mengeksplorasi danmengembangkan kesadaran dirinya untuk
perkembangan aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik agar peserta
didik bisa lebih menguasai informasi ataupengetahuan.Guru/pendidik
berperan sebagai fasilitator, bukan berarti ia harus pasif,akan tetapi
justru guru/pendidik harus berperan aktif dalam suatu prosespembelajaran
(Agus Taufik, 2007: 6.21). Menurut Rogers seorang pendidik harus
berperan aktif dalam hal-hal berikut ini :
- 1. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap pembelajaran
- 2. Membantu peserta didik mengklasifikasikan tujuan belajar dengan caramemberikan kesempatan kepada peserta didik secara bebas menyatakanapa yang ingin mereka pelajari
- 3. Membantu peserta didik mengembangkan dorongan dengan tujuannyasebagai kekuatan pembelajaran
- 4. Menyediakan sumber-sumber belajar.
Belajar
bermakna terjadi jika kebutuhan peserta didik disertai motivasi
instrinsik dapat terpenuhi. Selain itu kurikulum juga tidak bersifat
kaku. Guruharus arif dan paham betul atas keunikan peserta didik. Rogers
menyarankan agar terciptanya iklim kelas yang memungkinkan terjadinya
belajar bermakna perludilakukan hal-hal berikut:
- a. Terimalah peserta didik apa adanya;
- b. Kenali dan bina minat peserta didik melalui penemuannya terhadap diri sendiri;
- c. Usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh peserta didik untuk dapat memilih dan menggunakannya;
- d. Gunakan pendekatan inquiry-discovery tekankan pentingnya penilaian diri sendiri dan biarkan peserta didik mengambil tanggung jawab untuk memenuhi tujuan belajarnya.
2.1.3 Implikasi Teori Kognitif dalam Pendidikan
Dari
aliran psikologi kognitif, teori Piaget tampak lebih banyak digunakan
dalam praktik pendidikan atau proses pembelajar meskipun teori ini
bukanlah teori mengajar (Agus Taufik, 2007: 6.22). Dalam teori Piaget
peserta didik harus di bimbing agar aktif menemukan sesuatu yang
dipelajarinya, tidak harus berpusat pada guru. Diusahakan agar materi
yang diajarkan harus dapat menarik minat anak dan menantang sehingga
mereka merasa senang dan akhirnya terlibat dalam proses
pembelajaran.Dalam teorinya, Piaget mengemukakan bahwa kemampuan
berfikir anak dengan orang dewasa itu berbeda. Artinya urutan bahan
pembelajaran harus menjadi perhatian utama. Anak akan sulit memahami
bahan pelajaran jika urutan bahan pelajaran itu loncat-loncat. Bagi anak
SD pengoperasian suatu penjumlahan harus menggunakan benda-benda nyata,
terutama di kelas-kelas awal karena tahap perkembangan berpikir mereka
baru mencapai tahap operasi konkret. Contohnya,untuk menjelaskan operasi
penjumlahan 4+2 lebih baik guru memperagakannya dengan memperlihatkan 4
benda dan 2 benda. Jadi, caranya:
“Empat buah jeruk ini ditambah dengan dua buah jeruk yang itu, berapa jumlahnya anak-anak?”
Dalam proses pembelajaran guru/pendidik harus memperhatikan
tahapanperkembangan kognitif peserta didik. Materi harus sesuai dengan
tahapanperkembangan kognitif dan harus merangsang kemampuan berpikir
mereka.Tahap kemampuan berpikir sensori motorik mengimplikasikan bahwa
bagi prosesbelajar harus mencapai kerangka dasar kemampuan berbahasa,
hubungan tentang objek, kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan
pengertian, dan pengenalan hubungan sebab akibat. Ini berarti bahwa
orang tua atau lingkungan harus dapat memberikan rangsangan yang banyak
terhadap bayi. Rangsangan tersebut dapat dilakukan dengan cara selalu
mengajak bicara pada bayi, membawa jalan-jalan kepada bayi untuk
mengenalkan objek yang ada disekelilingnya,memberi keleluasaan gerak,
dan memangku bayi dengan posisi kepala selalumenghadap depan. Tahap
kemampuan berpikir pra-operasional ditandai dengan berpikir anak yang
bersifat egosentrik-simbolik. Implikasi dalam proses belajarnya ialah
belajar harus berpusat pada anak karena anak melihat sesuatu berdasarkan
dirinya sendiri.Untuk terjadinya proses belajar harus tidak ada proses
paksaan agar sifategosentrisnya tidak terbunuh. Oleh karena itu, metode
pembelajaran yang paling tepat ialah metode bermain. Metode ini selain
tidak mengubur sifat egosentrisanak juga merupakan dunia anak, buktinya
anak senang bermain dan ia akrab dengan bermain. Begitu pun penggunaan
benda-benda konkret sebagai simbol harus digunakan dalam merangsang
pemikiran anak ketika proses belajar berlangsung. Tahapan perkembangan
berpikir praoperasional ini terutama terjadi pada anak usia TK.Tahap
kemampuan berpikir operasional konkret ditandai oleh kemampuan anak
untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat oleh
objek-objek yang bersifat konkret. Tahap ini umumnya dialami anak SD.
Ini berarti proses belajar di SD kelas-kelas bawah harus disertai dengan
benda-bendakonkret.Kemampuan mengoperasikan kaidah penjumlahan,
pengurangan,perkalian dan pembagian mulai tampak. Akan tetapi, pada
kelas-kelas awal (1 dan2) masih terbatas pada operasi penjumlahan dan
pengurangan sederhana.Tahap kemapuan berpikir formal mengimplikasikan
bahwa anak melaluiproses belajar mengajar harus mampu menemukan sendiri,
memecahkan masalahsendiri, bahkan berpikir menurut konsep sendiri. Pada
tahap ini anak sudahmampu berpikir logis dan abstrak mengenai
situasi-situasi aktual maupunhipotetik. Ini berarti bahwa guru harus
menciptakan suatu situasi yangmemungkinkan anak berinteraksi dengan yang
lainnya dan juga guru. Anak dikondisikan untuk belajar mengeksplorasi,
mencari dan menemukan (inquiry-discovery). Metodeinquiry-discovery
dengan logika yang tinggi sudah bisadigunakan dalam proses belajar
mengajar.
KESIMPULAN
Proses pendidikan behavioristik mengandung tiga unsur penting, yaitu stimulus respon dan penguatan (reinforcement).
Berdasarkan
penelitiannya Thorndike mengemukakan tiga hukum, yaitu: (a) hukum
ketidaksenangan dalam belajar; (b) hukum latihan (low of exercise), yang
berkaitan yang diperoleh peserta didik melalui praktek; (c) hukum
pengaruh (low of effect), berkaitan dengan penguatan atau pemutusan
hubungan antara stimulus dan respon melalui tindakan.
Kaum
behavioristik pada dasarnya menganggap bahwa manusia sepenuhnya adalah
makhluk reaktif yang perilakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang
datangnya dari luar.
Humanisme menekankan pentingnya sasaran (objek) kognitif dan afektif pada diri seseorang serta kondisi lingkungannya.
Aliran
humanisme menjelaskan bahwa peserta didik perilaku yang aktif dalam
merumuskan straktegi transaksional dengan lingkungannya.
Motivasi
itu merupakan: (a) suatu kekuatan atau daya atau energi; (b) suatu
keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk
bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.
Guru/tenaga
kependidikan sebaiknya bukan lagi sebagai pusat proses pembelajaran,
tetapi yang terpenting adalah memfasilitasi tumbuhny amotivasi belajar
secara intrinsik pada diri peserta didik. Kebutuhan peserta didik harus
menjadi bahan pertimbangan yang akan disampaikan. Selain dapat
memotivasi peserta didiknya, seorang guru/pendidik harus memiliki sikap
empati, terbuka, jelas dalam menyatakan sesuatu,bertanggung jawab,
berpenampilan apa adanya, dan tulus dalam memberikan pelayanan
pendidikan bagi peserta didiknya
DAFTAR PUSTAKA
- Kurniasih.2010, Landasan Pendidikan. Bandung: Percikan Ilmu
- Rakhmat, prof. Dr. H. Cece,dkk . 2006. Psikologi Pendidikan edisi kesatu. Bandung :
- UPI PRESS
- http://niamw.files.wordpress.com/2010/04/landasan-psikologi-dalam-pendidikan.pdf
Artikel Pembahasan Terkait :