Pada postingan kali ini penulis akan membahas Makalah Filsafat Teori Pendidikan Humanisme yang didalamnya diulas mengenai 1) Peranan Siswa Dalam Pendidikan Humanisme , 2) Peranan Guru dalam Pendidikan Humanisme, yang mudah-mudahan bermanfaat
buat semuanya khususnya yang sudah
silaturahmi dan mau membaca artikel tulisan yang ada di Adin blog's ini.
1. Judul
Filsafat Teori Pendidikan Humanisme.
2. Peranan Siswa Dalam Pendidikan Humanisme
Konsep-konsep
teori belajar yang muncul pada waktu sebelum abad ke-20, sekarang masih
tampak pengaruhnya dalam praktik komunikasi baik di sekolah atau di
masyarakat luas. Disiplin mental (mental dicipline), pengungkapan alami
(natural unfoldment) atau aktualisasi diri dan apersepsi (apperception).
Ketiga kategori ini punya ciri khas yang umum yaitu semuanya
dikembangkan sebagai pembelajaran noneksperimental dimana dasar teorinya
adalah spekulatif dan terkadang introspektif. Para filsuf dalam
mengembangkan teori ini mencoba menganalisis pikiran dan kondisi
internal yang ada dalam dunia dan terus menguraikan apa yang mereka
dapatkan dari pikirannya itu.
Menurut teori disiplin mental
(mental dicipline) latihan mental diberikan atau ditanamkan dalam bentuk
studi sebagaimana dibedakan dari isinya. Gagasan utama disiplin mental
adalah pada otak atau pikiran (mind). Kecakapan pikiran atau otak
seperti ingatan, kemauan, akal budi dan ketekunan merupakan otot-ototnya
pikiran tadi seperti halnya otot-otot fisiologis yang bisa kuat jika
dilatih secara bertahap dan terus menerus serta dengan porsi yang
memadai, maka otot-otot pikiran atau otak pun demikian halnya. Ia bisa
kuat dalam arti lebih tinggi kemampuannya jika dilatih secara bertahap
dan memadai.
Dikalangan anak-anak baik keluarga ataupun di
sekolah, bahkan hampir semua aspek pembelajaran bisa dilakukan dengan
cara disiplin, seperti pembiasaan secara tetap akan suatu pekerjaan,
latihan tetap terhadap suatu keterampilan, disiplin diri dalam
bertindak, disiplin mengendalikan diri, bekerja keras dengan disiplin
tetap serta adanya arahan motivasi dari pihak lain. Semua ini jika
dilakukan akan menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan unggul
dibidang yang dikerjakannya.
Disiplin tadi memang pada asalnya
dilakukan oleh adanya aturan-aturan yang eksternal secara tidak langsung
jika hal ini dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama akan
menghasilkan perilaku disiplin internal. Anak-anak akan lebih paham jika
diajak berkomunikasi secara langsung dengan guru dan teman-teman
sekelasnya. Berdiskusi secara interaktif lebih baik dibandingkan dengan
penggunaan komunikasi searah.
Metode merubah perilaku belajar
dalam kerangka asosianisme adalah analitik atau reduksionistik
(pengurangan), sedangkan belajar adalah pengurangan pada bagian-bagian
struktur komponennya. Unsur-unsur dasar yang diasosiasikan selengkapnya
adalah mental, fisik dan kombinasi keduanya. Jadi jika ada kesulitan
diantara ketiganya maka pembelajaran akan berhasil dengan baik.
3. Peranan Guru dalam Pendidikan Humanisme
Sudah
sejak lama di dalam budaya kita dikenal bahwa guru adalah seorang
manusia yang patut digugu dan ditiru. Artinya “digugu” adalah ditaati
nasehat, ucapan dan perintahnya, “ditiru” adalah dicontoh, diteladani
sikap dan perilakunya. Guru dimaksud adalah guru yang memiliki
kewibawaan, kata-kata dan perilakunya mengikat terhadap peserta
didiknya. Kepribadiannya mantaf, wawasannya luas kemampuan
profesionalismenya memadai.
Sedangkan peranan guru dalam
pendidikan humanisme mencoba mengadaptasikan siswa terhadap
perubahan-perubahan. Pendidikan melibatkan siswa dalam perubahan,
membantunya belajar tentang bagaimana belajar, bagaimana memecahkan
masalah, dan bagaimana melakukan perubahan di dalam.
Sebagai
contoh guru humanis, perhatian Caol Alexander, sejak sepuluh tahun lalu
mulai mengajar di suatu sekolah menengah pedusunan kecil memungkinkan
dia mengembangkan hubungan yang erat dengan para siswanya dan keluarga
mereka. Gaya mengajarnya didasarkan pada hubungan-hubungan interpesonal
yang ramah lagi terbuka dengan para siswanya, dan ia bangga akan fakta
bahwa para siswanya mempercayai dia dan seringkali meminta dia nasehat
berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang umum bagi siswa yang
terefleksikan dalam kelaziman dengan para siswa terdahulu yang kembali
mengunjungi atau mencari nasehatnya.
Carol juga komit pada
permberdayaan siswa, untuk memberi mereka kesempatan membentuk
pengalaman-pengalaman belajar mereka. Sebagaimana yang ia ajukan: “Saya
mendorng para siswa untuk memberi saya umpan balik tentang bagaimana
perasaan di kelas. Mereka harus merasa baik/enak mengenai diri mereka
sendiri sebelum mereka dapat belajar. Juga, ia telah menyadari bahwa
para siswa harus membantu kami (para guru) merencanakan kegiatan kelas.
Ia telah belajar untuk mengajukan pertanyaan mengenai apa yang menarik
bagi mereka. ‘Apa yang kamu ingin lakukan? ‘Bagaimana kamu ingin
melakukan itu?
Kebanyakan dari pengajaran Carol didasarkan pada
diskusi kelas yang di dalamnya ia mendorong para siswa untuk berbagi
gagasan dan perasaan-perasaan mereka mengenai subyek yang ada secara
terbuka. Interaksi Carol dengan para siswanya memperlihatkan
keterampilan dia dalam menciptakan suatu lingkungan percakapan yang
membuat para siswa merasa aman dan mau memberi kontribusi. Selama
pembahasan, Carol menyimak secara seksama terhadap para siswa dan
seringkali mengutarakan kembali gagasan-gagasan mereka dalam suatu cara
yang mengakui kontribusi-kontibusi mereka. Ia seringkali merespon dengan
frase pendek yang menunjukan dukungan dan dorongan pada para siswa
untuk melakukan pembahasan tersebut seperti respon berikutini: “Oh
begitu ...” “Maukah kamu mengatakan lebih banyak mengenai hal itu ...”
“Itu gagasan yang menarik, ceritakan lebih banyak lagi.”
Ketika
Carol memfasilitasi suatu kelompok diskusi keseluruhan, ia selalu
memperhatikan kelompok-kelompok kecil belajar yang telah ia bentuk
sebelumnya. Masing-masing kelompok memutuskan bagaimana mengatur sendiri
untuk mencapai suatu tugas pembelajaran tertentu, mengembangkan suatu
strategi untuk merespon suatu ancaman pada lingkungan atau menganalisa
sebuah puisi mengenai persaudaraan, misalnya, “Saya rasa penting bagi
siswa belajar bekerja sama, saling membantu, dan menerima sudut-sudut
pandang yang berbeda,“ kata Carol.
Kesimpulan dan Tanggapan
Filsafat humanisme didasarkan
pada keyakinan bahwa individu-individu mengontrol nasib mereka sendiri
melalui aplikasi kecerdasan dan pembelejaran mereka. Orang-orang
membentuk diri mereka sendiri, yang menekankan kepada kebebasan
personal, pilihan, kepekaan, dan tanggungjawab personal.
Dan
kaum humanis pun mengutamakan komitmem terhadap prinsip pendidikan yang
memperhatikan faktor perasaan, emosi, motivitas, dan minat seseorang.
Terimakasih Telah Berkunjung dan Mau Membaca Artikel di Adin Blogs Semoga Bermanfaat
Terimakasih Telah Berkunjung dan Mau Membaca Artikel di Adin Blogs Semoga Bermanfaat
Artikel Terkait :