Pada postingan kali ini admin akan memberikan sebuah suguhan buat pembaca mengenai sebuah artikel hasil dari rangkuman atau resume sebuah buku karya DR.W. Poespoprodjo, SH., SS., BPH, L.PH yang berjudul Logika Scientifika dan yang dibahas kali ini adalah Sub Judulnya yaitu “Kondisi Berpikir Baik” yang bertujuan untuk mempermudah buat para pembaca mencapai sebagian intisari dari pada makna isi dan tujuan sebuah karya seseorang yang bergelar DOKTOR tersebut, yang tentunya akan sangat bermanfaat sekali buat kita semua khususnya yang mengkaji tulisan ini yaikni dengan membacanya.
BERIKUT INI ADALAH 7 KONDISI BERPIKIR BAIK
Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana. Untuk berpikir baik dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu, antara lain :
1. Cintailah Kebenaran
Sikap ini sangat fundamental berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut, meningkatkan mutu penalarannya; menggerakkan si pemikir untuk senantiasa mewaspadai “roh-roh” yang akan menyelewengkannya dari yang benar, misalnya menyederhanakan kenyataan menyempitkan cakrawala/persepektif, berpikir terkotak-kotak, dan sebagainya.
Cintanya terhadap kebenaran diwujudkan dalam kerajinan (jauh dari kemalasan, jauh dari takut sulit dan jauh dari kecerobohan) serta diwujudkan dalam kejujuran, yakni disposisi atau sikap kejiwaan (dan pikiran) yang selalu siap sedia menerima kebenaran meskipun berlawanan dengan prasangka dan keinginan/kecenderungan pribadi atau golongan. Waspadailah kecendrungan manusia untuk selalu siap sedia menerima sesuatu sebagai benar hal yang dikehendakinya sebagai benar.
2. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang kita kerjakan
Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus-menerus mengejar kebenaran yang diselingi oleh diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi persial sifatnya.
Untuk mencapai kebenaran, kita harus bergerak melalui berbagai macam langkah dan kegiatan, teramat pentinglah bagi kita untuk mengetahui betul semuanya itu supaya dapat melaksanakannya dengan tepat, seksama.
3. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang kita katakana
Pikiran diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap k dalam kecermatan kata-kata. Oleh karena itu kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi.
Waspadalah terhadap term-term ekuivokal (bentuk sama, tetapi arti berbeda), analogis (bentuk sama, tetapi arti sebagian sama sebagian berbeda). Ketahuilah pula perbedaan kecil arti (nuansa) dari hal-hal yang kita katakana. Identifikasi dan lokalisasi arti tambahan (konotasi) suatu term.
Perlu selalu diperhatikan amplikasi (pembesaran suposisi), restriksi (pengecilan suposisi). Senantiasa kejarlah univokalitas (kesamaan bentuk, kesamaan arti) dari term-term yang dipakai.
4. Buatlah Distingsi (pembedaan) dan Pembagian (klasifikasi) yang semestinya.
Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak kejadian dimana dua hal atau lebih mempunyai bentuk yang sama, namun tidak identik. Disinilah perlunya dibuat suatu distingsi, suatu pembedaan. Eksplisitkan hal-hal yang membuat yang satu bukan yang lain.
Karena realitas adalah begitu luas, maka perlu diadakan pembagian (klasifikasi). Jika membuat pembagian, peganglah selalu prinsip pembagian yang sama, jangan sampai kita menjumlahkan bagian atau aspek dari suatu realitas begitu saja tanpa berpegang pada suatu prinsip pembagian (prinsip klasifikasi) yang sama. Bahaya tumpang tindih akan selalu mengancam jika tidak dipakai prinsip pembagian yang sama, resiko berikutnya adalah pikiran yang kacau balau. Jangan mencampuradukkan sesuatu, dan jangan menggelapkan sesuatu.
5. Cintailah Definisi yang tepat
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan selalu mencakup kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang akan diungkapkan atau sebagaimana dimaksudkan. Maka jangan segan membuat definisi.
Definisi artinya pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu.
Harus dihindari kalimat-kalimat dan uraian-uraian yang gelap, tidak terang strukturnya, dan tidak jelas artinya. Cintailah cara berpikir yang terang, jelas dan tajam membeda-bedakan, hingga terang yang dimaksud, dan asosiasi hal-hal lain dikesampingkan.
6. Ketahuilah (dengan sadar) mengapa kita menyimpulkan begini atau begitu
Ketahuilah mengapa kita berkata begini atau begitu. Kita harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan kensekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan (assertion), pernyataan, atau kesimpulan yang kita buat.
Jika bahan yang ada tidak atau kurang cukup untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang menahan diri untuk tidak membuat kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan (membuat reserve) dalam kesimpulan.
7. Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran)
Dalam belajar logika sceintifika kita tidak hanya mau tahu hukum-hukum, prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran sekedar untuk tahu saja; kita perlu juga :
a. Dalam praktek, menjadi cakap dan cekatan (yakni secara spontan, tanpa kesulitan) berpikir sesuai dengan hukum, prinsip, bentuk berpikir yang betul, tanpa mengabaikan dialektika, yakni proses perubahan keadaan.
Ø Logika jangan dijadikan mekanik, dan dikembangkan kesanggupan mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap pemikiran orang lain serta sanggup menunjukkan kesalahannya.
b. Selanjutnya sanggup mengenali jenis-jenis, macam-macam, nama-nama, sebab-sebab kesalahan pemikiran, dan sanggup menghindari, juga menjelaskan segala bentuk dan sebab kesalahan dengan semestinya.