Sahabat Adin Blog yang setia sampai detik ini, pada postingan
kali ini Tim admin akan mengajak pembaca khususnya buat anda yang masih
bergelut di dunia pendidikan ataupun anda yang terus haus akan ilmu
pengetahuan, yang kami bahas kali ini
adalah tentang Makalah Sejarah dan Ideologi Koperasi khususnya Gerakan Koperasi
di Indonesia.
Pada
hakekatnya, koperasi merupakan suatu lembaga ekonomi yang sangat diperlukan dan
penting untuk di perhatikan seba koperasi merupakan suatu alat bagi orang-orang
yang ingin meningkatkan taraf hidupnya. Dasar kegiatan koperasi adalah kerja
sama yang dianggap sebagai suatu cara untuk memecahkan berbagai persoalan yang
mereka hadapi masing-masing. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah apabila
koperasi menduduki tempat yang penting dalam sistem perekonomian suatu negara
disamping sektor-sektor perekonomian lainnya.
Dilihat
dari segala kelemahan-kelemahan dan penyimpangan-penyimpangan yang telah
terjadi, secara ideologis "Koperasi" itu diakui sebagai bentuk usaha
yang memungkinkan mendekatkan kepentingan rakyat dengan perekonomian Nasional.
Karena itulah pertumbuhan dan keberhasilan koperasi sangat didambakan.Yang
melatar belakangi bertahan atau tidaknya suatu koperasi adalah salah satunya
masyarakat harus tau bagaimana gerakan koperasi di Indonesia. Dengan mengetahui
bagaimana kemunculan koperasi di Indonesia dan bagaimana para pejuang kita
mempertahankan badan usaha ini untuk terus maju maka akan menjadi salah satu
faktor agar koperasi di negara kita bisa berkembang sesuai harapan masyarakat.
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan
Teoretis
1.
Pengertian Koperasi
Dilihat dari segi bahasa secara umum koperasi berasal dari kata-kata
Latin, yaitu Cum yang berarti dengan, dan Apeari yaitu bekerja.
Dari dua kata ini, dalam bahasa Inggris dikenal istilah Co dan Operation,
yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Cooperation Vereniging
yang berarti bekerja bersama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Kata Cooperation kemudian diangkat menjadi istilah ekonomi
sebagai kooperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal
dengan istilah Koperasi, yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan
yang bersifat sukarela.
Adapun definisi-definisi
koperasi menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
a.
Menurut Dr.
Muhammad Hatta
Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan
ekonomi berdasarkan tolong menolong. Mereka didorong oleh keinginan memberi
jasa pada kawan "seorang buat semua dan semua buat seorang" inilah
yang dinamakan Auto Aktivis Golongan, yna terdiri dari : solidaritas,
individual, menolong diri sendiri, jujur.
b.
Menurut UU
No. 25 Tahun 1992 (Perkoperasian Indonesia)
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan atas dasar asas
kekeluargaan.
c.
Menurut
Margaret Digby
Koperasi adalah kerja sama, siap untuk menolong serta usaha swasta
tetapi ada perbedaan dengan badan swasta lain dalam hal cara untuk mencapai
tujuannya dan penggunaan alatnya.
Berdasarkan definisi-definisi dari beberapa ahli diatas, maka penulis
menyimpulkan koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang
beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan
keluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada dengan bekerja sama secara
kekeluargaan menjalankan suatu usaha dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan
para anggotanya.
2.
Tujuan,
Fungsi, Serta Peranan Koperasi
Anggota koperasi dan masyarakat serta pemerintah mengharapkan
keberhasilan koperasi, namun apabila dilihat dari kepentingannya masing-masing
tidak sama.
a.
Tujuan
koperasi ditinjau dari segi kepentingan anggota:
1)
Pemberian
jasa/pelayanan yang bermanfaat bagi anggota sesuai dengan jenis koperasi.
2)
Peningkatan
taraf kehidupan anggota.
3)
Peningkatan
pendidikan moril anggota koperasi.
b.
Tujuan
koperasi ditinjau dari kepentingan masyarakat
1)
Menciptakan
dan memperluas lapangan kerja, misalnya pertanian, perikanan, perkebunan,
peternakan, kerajinan industri kecil, dll.
2)
Mempersatukan
warga masyarakat ekonomi lemah dalam wadah koperasi.
3)
Membantu
pelayanan dan penyediaan kebutuhan-kebutuhan pokok anggota masyarakat.
c.
Tujuan
koperasi ditinjau dari segi kepentingan pemerintah
1)
Membantu dan
menunjang program pemerintah dalam pembangunan untuk meningkatan produksi,
menciptakan dan memperluas lapangan kerja, pembagian pendapatan/penghasilan
yang merata.
2)
Alat
perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kemakmurandan kesejahteraan masyarakat.
3)
Partner
pemerintah yang bergerak dibidang perekonomian Indonesia.
Koperasi berfungsi untuk memperbaiki tingkat kehidupan masing-masing
anggota. Terbentuk dan berkembangnya koperasi berarti masyarakat memiliki alat
perjuangan ekonomi. Koperasi yang berlandaskan gotong royong dan asas
kekeluargaan merupakan realisasi demokrasi ekonomi yang dibentuk sebagai alat
untuk memperbaiki ekonomi anggota, dengan :
a.
Menyediakan
kesempatan pinjam modal.
b.
Meningkatkan
keterampilan usaha
d.
Menggunakan
lebih efisien sumber-sumber yang ada
e.
Menyediakan
daerah baru sumber-sumber produksi
f.
Adanya
pembangunan industri modern yang dapat mengolah bahan mentah yang terdapat di
daerah itu.
g.
Membantu
untuk meningkatkan tingkat pengetahuan umum dan teknis para anggotanya.
Koperasi Indonesia dalam rangka pembangunan ekonomi dan pengembangan
kesejahteraan anggota khususnya serta masyarakat umumnya berperan untuk :
1.
Mempersatukan,
mengarahkan, membina, dan mengembangkan potensi, daya kreasi, daya usaha rakyat
untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan
kemakmuran yang merata.
2.
Mempertinggi
taraf hidup dan tingkat kecerdasan rakyat. Membina kelangsungan dan
perkembangan demokrasi ekonomi.
Peranan dan tugas koperasi dalam membina kelangsungan dan perkembangan
demokrasi ekonomi adalah bertujuan untuk menciptaka masyarakat adil dan makmur
yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu perlu ditanamkan dan
ditingkatkan kesadaran berkoperasi.
B.
Gerakan
Koperasi Di Indonesia
Sejarah perkembangan koperasi di Indonesia dapat dibagi
dalam tiga periode, yaitu: periode penjajahan Belanda, periode pendudukan
Jepang dan periode kemerdekaan.
1.
Periode
Penjajahan Belanda
Pada awal 1896, seorang patih praja bernama R. Aria Wiria
Atmadja di Purwokerto merintis pendirian suatu bank simpanan (hulp end
spaarbank} untuk menolong para pegawai negeri (kaum priyayi) yang terjerat
hutang dari kaum lintah darat. Usaha ini mendapat bantuan dari seorang asisten
residen Belanda yang bertugas di Purwokerto bernama E. Sieburgh. Pada tahun
1898, ide R, Aria Wiria Atmadja ini diperluas oleh De Walff Van Westerrode
sebagai pengganti E. Sieburgh. Bank tidak hanya membantu pegawai negeri saja,
tetapi juga petani dan pedagang kecil, seperti cita-cita Raiffeisen dan
Schultze Delitzsch. Tetapi, cita-cita dan ide dari R. Aria Wiria Atmadja ini
tidak dapat berlanjut karena mendapat rintangan dan hambatan sebagai akibat
kegiatan politik pemerintah penjajah pada waktu itu.
Tindakan politik pemerintah penjajah yang merintangi dan
menghambat usaha R. Aria Wiria Atmadja pada waktu itu dapat dibuktikan dengan
didirikannya algemene nallescrediet bank, rumah gadai, bank desa (sekarang
menjadi Bank Rakvat Indonesia) dan sebagainya.
"Bersamaan dengan lahirnya kebangkitan nasional,
antara tahun 1908-1913, Boedi "Oetomo'mencoba memajukan koperasi-koperasi
rumah tangga, koperasi toko, yang kemudian menjadi koperasi konsumsi, yang
dalam pekembangannya kemudian menjadi koperasi batik.
Gerakan Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan dibantu oleh
serikat Islam melahirkan koperasi pertama kali di Indonesia bersamaan dengan
lahirnya gerakan kebangkitan nasional.
Namun demikian, perkembangan koperasi pada waktu itu
kurang memuaskan karena adanya hambatan dari pemerintah Belanda. Pemerintah
Belanda khawatir koperasi makin tumbuh dan berkembang di kalangan boemi poetra.
Agar perkembangan koperasi tidak makin meluas, pemerintah Belanda pada tahun
1915 mengeluarkan suatu Undang-Undang.
Pada tahun 1915 itulah lahir Undang-Undang Koperasi yang
pertama kali di negara jajahan Hindia Belanda, yang disebut sebagai verordening
op de cooperatieve verenegingen (koninkklijk Besluit,
7 April 1915, stb. 431 ). Undang-Undang ini konkordan dengan Undang-Undang
Koperasi Belanda Tahun 1876 dan Undang-Undang Koperasi Tahun 1915 ini berlaku
bagi semua golongan rakyat pada waktu itu.
Dikeluarkannya Undang-Undang Koperasi tahun 1915 yang
konkordan dengan Undang-Undang Koperasi Belanda tahun 1876 ini, mengakibatkan
perkembangan koperasi di Hindia Belanda justru makin menurun. Hal ini
disebabkan karena peraturan yang dikeluarkan pemerintah, penjajah tidak cocok
dengan corak kehidupan rakyat. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada
Undang-Undang itu menyebabkan rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi.
Pemerintah Belanda dengan politiknya pada waktu itu tidak menghendaki koperasi
berkembang karena khawatir jika dipakai sebagai perjuangan rakyat untuk
menentang pemerintah Belanda.
Undang-Undang Koperasi Tahun 1915 kemudian mendapat
tantangan keras dari pemuka masyarakat Indonesia, khususnya dari kaum gerakan
nasional. Akhirnya pada tahun 1920, pemerintah Belanda membentuk suatu komisi
atau panitia koperasi atas desakan pemuka masyarakat. Komisi ini dipimpin oleh
Prof. DR. J.H. Boeke dimana di dalam komisi ini duduk pula beberapa wakil
pemuda pejuang Indonesia. Komisi ini bertugas untuk:
1.
Mempelajari apakah
bentuk koperasi itu sesuai dengan kondisi Indonesia atau tidak,
2.
Mempelajari dan
menyiapkan cara-cara mengembangkan koperasi, jika koperasi .dipandang cocok
untuk rakyat Indonesia,
3.
Menyiapkan Undang-Undang
Koperasi yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Hasil dari komisi ini, melaporkan bahwa koperasi di
Indonesia memang perlu dikembangkan. Akhirnya pada tahun 1927 Rancangan
Undang-Undang (RUU) Koperasi yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia selesai
dibuat dan diundangkan pada tahun itu juga, yaitu Undang-Undang Koperasi tahun
1927 yang disebut Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenegingen (stb.
1927-91).
Dengan keluarnya UU Koperasi tahun 1927, koperasi di
Indonesia mulai bangkit dan berkembang lagi. Selain koperasi-koperasi lama yang
dirintis oleh Boedi Oetomo, Serikat Islam, Partai Nasional Indonesia, maka
bermunculan koperasi-koperasi lainnya seperti: koperasi perikanan, koperasi
kredit, dan koperasi kerajinan.
Adapun yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan
koperasi pada waktu itu adalah sebagai berikut.
1.
Adanya UU
Koperasi tahun 1927 yang diperuntukkan khusus bagi golongan boemi poetra.
2.
Adanya
jawatan koperasi yang dibentuk sejak tahun 1930
pimpinan Prof. DR. HJ. Boeke di lingkungan Departemen Dalam Negeri.
Meski demikian, perkembangan koperasi ini mundur lagi
karena mendapat saingan berat dari kaum pedagang yang mendapat fasilitas dari
pemerintah Belanda.
Pada tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi
peraturan koperasi, yaitu algemene regeling op de cooperative verenegingen
(Stb. 1933-108) sebagai pengganti UU Koperasi tahun 1927. Peraturan baru ini
tidak ada bedanya dengan peraturan koperasi tahun 1915 yang sama sekali tidak
cocok dengan kondisi rakyat Indonesia. Akibatnya koperasi semakin bertambah
mundur. Peraturan koperasi tahun 1933 ini, konkordan dengan peraturan koperasi
di negara Belanda tahun 1925.
Pada tahun 1935, jawatan koperasi dipindahkan dari
Departemen Dalam Negeri ke Departemen Ekonomi karena banyaknya kegiatan di
bidang ekonomi dan dirasa bahwa koperasi lebih sesuai berada di bawah
Departemen Ekonomi.
Pada tahun 1937, dibentuk koperasi-koperasi simpan pinjam
dengan bantuan modal dari pemerintah. Koperasi ini, bertugas untuk membantu
petani agar lepas dari hutang, terutama kaum tani yang tidak dapat lepas dari
cengkeraman kaum pengijon dan lintah darat.
Pada tahun 1939, jawatan koperasi diperluas ruang
lingkupnya menjadi jawatan koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri. Ini
disebabkan karena koperasi belum mampu untuk mandiri, sehingga pemerintah
penjajah menaruh perhatian dengan memberikan bimbingan, penyuluhan dan
pengarahan tentang bagaimana cara koperasi dapat memperoleh barang dan
memasarkan hasilnya. Perhatian tersebut dimaksudkan agar koperasi mampu bangkit
dan berkembang serta mampu mengatasi dirinya sendiri.
2.
Periode
Pendudukan Jepang
Jepang mendarat di Indonesia pada tahun 1942. Pada jaman
pendudukan tentara Jepang ini, bukan penyempurnaan usaha koperasi yang dialami,
tetapi justru apa yang telah ada dihancurkan. Kantor pusat jawatan koperasi dan
perdagangan diganti namanya menjadi syomin cou jumosyo, sedang kantor
daerah diganti menjadi syomin kumiai sodandyo. Di Jawa dibentuk Jawa yumin
keizei sintaisei konsetsu junbi iinkaii, panitia susunan
perekonomian baru di Jawa. Hasil perekonomian baru yang dikemukakan dengan
muluk-muluk, tidak lain adalah kesengsaraan dan kemelaratan semata.
Penjajahan bangsa Jepang berlangsung kurang lebih tiga
setengah.tahun. Tetapi, penjajahan tersebut menimbulkan malapetaka yang lebih
dahsyat daripada penjajahan bangsa Belanda. Kekayaan alam Indonesia dikuras
oleh..tentara Jepang. Mereka membeli padi dan bahan pangan lain dengan paksa,
dengan harga yang sudah ditetapkan secara sewenang-wenang. Mereka yang berani
menolak akan dihukum berat, bahkan disiksa atau dibunuh. Rakyat kekurangan
pangan dan bahkan mati kelaparan.
Koperasi oleh tentara Jepang dijadikan alat
pendistribusian barang-barang keperluan tentara Jepang. Koperasi yang ada
diubah menjadi Kumiai yang berfungsi I sebagai pengumpul barang untuk
keperluan perang.
Koperasi tidak mengalami perkembangan, bahkan semakin
hancur. Hal ini karena adanya ketentuan dari penguasa Jepang bahwa untuk
mendirikan koperasi harus mendapat ijin dari pemerintah setempat (suchokan-residen),
dan biasanya ijin itu dipersulit. Keadaan ini berlangsung dari tahun 1942
sampai dengan 1945.
3.
Periode
Kemerdekaan
Sejak diproklamirkan kemerdekaan RI pada tanggal
17Agustus 1945 dan sehari kemudian UUD 1945 disahkan, maka timbul semangat baru
untuk menggerakkan koperasi. Koperasi sudah mendapat landasan hukum yang kuat
di dalam pasal 33 ayat (l) UUD 1945 beserta penjelasannya.
Gerakan koperasi seluruh Indonesia mengadakan kongres
pertama pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Salah satu
keputusan dari kongres tersebut adalah ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai
hari koperasi, yang bermakna sebagai hari bagi seluruh rakyat Indonesia untuk
melaksanakan kegiatan perekonomian melalui koperasi.
Pada tahun 1949, peraturan koperasi tahun 1933 diubah
dengan Regaling Cooperatieve Verenegingen 1949 (Stb. 1949-179). Tetapi,
perubahan itu tidak disertai dengan pencabutan Stb. 1933 -108, yang berlaku
bagi semua golongan rakyat, sehingga pada tahun 1949, di Indonesia terdapat
dualisme peraturan, yaitu sebagai berikut.
1.
Regeling
Cooperatieve Verenegingen 1949 yang hanya berlaku bagi
golongan boemi poetra.
2.
Algemene
Regeling op de Cooperatieve Verenegingen 1933 (Stb.
1933 -108) yang berlaku bagi semua golongan rakyat termasuk golongan boemi
poetra.
Pada tahun 1953, Gerakan Koperasi Indonesia mengadakan
kongres kedua, dimana salah salah satu keputusannya adalah menetapkan Bapak M.
Hatta sebagai bapak koperasi Indonesia.
Pada tahun 1958, pemerintah mengeluarkan UU Koperasi
No.79 Tahun 1958. UU ini dibuat berdasarkan UUD Sementara 1950 pasal 38, di
mana isinya sama dengan ketentuan pasal 33 UUD 1945. Dengan dikeluarkannya UU
ini, maka peraturan koperasi tahun 1933 dan peraturan koperasi tahun 1949
dinyatakan batal.
Dengan diberlakukannya UU No. 79 Tahun 1958 yang berdasar
UUDS 1950 pasal 50, koperasi semakin maju dan berkembang di mana-mana.
Tetapi, sejak diberlakukannya UUD 1945 berdasar Dekrit Presiden
pada tanggal 5 Juli 1959, maka pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 1959 sebagai peraturan pelaksana dari UU No.79
Tahun 1958. Dalam peraturan ini ditentukan bahwa pemerintah bersikap sebagai
pembina, pengawas perkembangan koperasi Indonesia.
Jawatan koperasi bertanggung jawab atas perkembangan
koperasi Indonesia. Segala kegiatan pemerintah dalam perekonomian dan
perkoperasian disalurkan melalui jawatan koperasi, baik dari tingkat pusat
sampai ke daerah-daerah. Tugas dari jawatan koperasi tersebut antara lain:
1.
Menumbuhkan organisasi
koperasi dalam segala sektor perekonomian,
2.
Mengadakan pengamatan
dan bimbingan terhadap koperasi,
3.
Mendaftar dan
memberi pengesahan badan hukum koperasi.
Pada tahun 1960, keluar Instruksi Presiden No. 2 Tahun
1960 yang isinya antara lain bahwa "untuk mendorong pertumbuhan gerakan
koperasi harus ada kerjasama antara jawatan dengan masyarakat, dalam satu
lembaga yang disebut Badan Penggerak Koperasi (Bapengkop)".
Bapengkop bertugas terutama untuk mengadakan koordinasi
dalam kegiatan-kegiatan dari instansi pemerintah, untuk menumbuhkan gerakan
koperasi secara teratur, baik dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah.
Besarnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan
koperasi pada waktu itu, berdampak pada ketergantungan koperasi terhadap
bantuan pemerintah. Pengurus koperasi terbiasa mengharap datangnya bantuan atau
distribusi barang dari pemerintah. Akibatnya, mereka menjadi kehilangan
inisiatif untuk menciptakan lapangan usaha bagi kelangsungan hidup koperasi.
Di samping itu, partai-partai politik mulai ikut campur
tangan pada koperasi. Koperasi mulai dijadikan alat perjuangan politik dari
sekelompok kekuatan tertentu. Koperasi menjadi kehilangan jati dirinya sebagai
suatu badan ekonomi yang bersifat demokratis dan tidak mengenal Suku, Agama,
Ras, dan Antargolongan (SARA)
Pada tanggal 24. April 1961, di Surabaya diselenggarakan
musyawarah nasional (munas) I yang dihadiri oleh utusan-utusan dari koperasi
tingkat I dan II dari seluruh Indonesia maupun induk gabungan koperasi tingkat
nasional dan wakil-wakil pemerintah. Sayang, munas I ini belum dapat
memperbaiki citra koperasi yang sudah menyimpang dari landasan idiilnya.
Maka, pada tanggal 2 s/d 10 Agustus-1965 diselenggarakan
munas II, yang kemudian melahirkan UU No. 4 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok
Perkopersian. UU ini diundangkan tanggal 2 Agustus 1965.
Tetapi sayang, dalam UU ini pun masih terdapat
unsur-unsur politik yang masuk ke dalam koperasi, artinya koperasi masih
dijadikan alat perjuangan dari partai-partai politik yang berkuasa. Akibatnya,
anggota kehilangan kepercayaan kepada pengurus, karena pengurus tidak lebih
hanya motor penggerak atas kendali dari partai politik, yang menguasai
koperasi.
Peranan pemerintah yang terlalu jauh mengatur masalah, perkoperasian
sebagaimana tercermin dimasa lalu pada hakekatnya tidak bersifat melindungi.
Justru membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian dan tidak
sesuai dengan jiwa dan makna UUD 1945.
Kondisi ini terjadi sampai meletusnya Gerakan 30
September (G- 30 S/PKI) pada tahun 1965, yang berusaha menggulingkan pemerintah
yang sah dan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Gerakan ini
dapat ditumpas dan kemudian lahir pemerintahan orde baru yang bertekad untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Oleh karenanya, sesuai dengan Ketetapan MPRS No.
XIX/MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti UU No. 14 tahun 1965
dengan UU baru yang benar-benar dapat menempatkan koperasi pada fungsi
sebagaimana mestinya, yakni sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat (1).
Berkaitan dengan itu, keputusan munas Gerakan Koperasi
Indonesia (Gerkopin) ke I pada tanggal 17 juli 1966 di Jakarta menetapkan:
1.
Menolak dan
membatalkan semua keputusan dan hasil-hasil lainnya dan Munaskop satu dan dua.
2.
Menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada MPRS yang telah membekukan UU No. 14 Tahun 1965.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan seperti di atas,
maka pemerintah orde baru (orba) dalam hal ini Departemen Perdagangan dan
Koperasi melalui surat keputusan No. 070/SK III/1966 telah membentuk panitia
peninjauan UU No. 14 Tahun 1965 yang dipimpin oleh Ibnoe Soejono, yang pada
waktu itu menjabat sebagai asisten Menteri Urusan Koperasi.
Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1967 pemerintah
dengan persetujuan DPRGR telah berhasil membuat UU No.12 Tahun 1967 tentang
Pokok pokok Perkoperasian.
Dengan keluarnya UU No. 12 Tahun 1967 ini, maka
koperasi-koperasi yang ada pada waktu itu mulai ditertibkan. Pada akhir tahun
1967 jumlah koperasi telah mencapai 64.000 buah, di mana dari jumlah tersebut
hanya 45.000 yang berbadan hukum. Dengan adanya penertiban, maka pada akhir
tahun 1968 jumlah koperasi yang ada tinggal 15.000 buah dan koperasi ini telah
sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 1967.
Dalam
tahap pembangunan lima tahun pertama, pemerintah telah mendirikan:
1.
Pusat Latihan
Penataran Koperasi (Puslatpenkop) di Jakarta,
2.
Balai Latihan
Perkoperasian (Balatkop) di setiap propinsi, sebagai tempat pendidikan dan
latihan keterampilan bagi para anggota koperasi, pengurus, badan pemeriksa,
manajer koperasi, karyawan dan bahkan terhadap calon-calon anggota koperasi,
3.
Lembaga
Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) di Jakarta, dengan kegiatan tiap-tiap propinsi
dalam membantu permodalan koperasi dengan cara menjadi penjamin koperasi-koperasi
atas pinjaman yang diperoleh koperasi-koperasi tersebut dari bank pemerintah.
LJKK dalam memberikan jaminan kepada koperasi didasarkan atas
penelitian dan penilaian tentang hal-hal berikut ini.
a.
Bonafiditas
koperasi yang bersangkutan termasuk hal-hal yang menyangkut manajemen.
b.
Organisasi
koperasi yang bersangkutan.
c.
Prospek usaha
yang dibiayai dengan modal pinjaman.
4.
Badan Usaha
Unit Desa/Koperasi Unit Desa (BUUD/KUD).
Pada
awalnya, BUUD/KUD ini merupakan penyatuan (amalgamasi) dari koperasi-koperasi
kecil yang demikian banyaknya pada akhir tahun 1967, menjadi koperasi-koperasi
yang dapat bekerja dalam skala yang lebih besar.
Berdasar
Inpres No. 4 Tahun 1973, BUUD yang pada dasarnya dibentuk disetiap wilayah unit
desa adalah merupakan suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi yang pada awal
pertumbuhannya dapat merupakan gabungan usaha bersama dari koperasi-koperasi
pertanian, koperasi-koperasi yang terdapat di dalam wilayah unit desa tersebut.
Selanjutnya pada tahun 1978, pemerintah mengeluarkan
Inpres No. 2 Tahun 1978 tentang BUUD/KUD. Maka sejak saat itu, BUUD yang semula
merupakan bentuk antara dilebur menjadi KUD, dipisahkan dari struktur BUUD.
BUUD tidak lagi merupakan lembaga ekonomi yang berbentuk koperasi seperti
diatur dalam Inpres No. 4 Tahun 1973, tetapi berfungsi sebagai lembaga
pembimbing, pendorong dan pelopor pengembangan, serta pembinaan KUD. BUUD
dibentuk berdasarkan adanya KUD, mempunyai wilayah kerja yang sama juga dengan
wilayah KUD yaitu meliputi beberapa desa dalam satu kecamatan.
Pada tahap permulaannya, KUD hanya mencakup koperasi
pertanian, koperasi desa dan koperasi serba usaha di desa-desa, akan tetapi
selanjutnya KUD telah mampu mengembangkan usahanya ke bidang-bidang lain
seperti bidang kerajinan rakyat, perkebunan, perkreditan dan kegiatan dalam
menangani masalah Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan bahkan percengkehan nasional.
Keanggotaan KUD ini tidak didasarkan pada jenis usahanya,
tetapi didasarkan pada tempat tinggal penduduk atau anggota. Apabila di suatu
daerah kecamatan telah berdiri koperasi-koperasi lain selain KUD, maka
koperasi-koperasi tersebut boleh terus menjalankan kegiatan usahanya atau boleh
bergabung dengan KUD atas kemauannya sendiri.
Dengan berlakunya Inpres No. 4 Tahun 1984, maka Inpres
No.2 Tahun 1978 tentang BUUD/KUD tidak berlaku lagi. KUD dibentuk oleh warga
desa dari suatu desa atau kelompok desa-desa yang disebut unit desa, yang dapat
merupakan satu kegiatan ekonomi masyarakat terkecil.
Untuk lebih menyesuaikan dengan perkembangan jaman, maka
pada tanggal 21 Oktober 1992 telah dikeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Dengan adanya UU yang baru ini diharapkan koperasi-koperasi yang
ada dapat bertambah maju. Juga, akan tumbuh koperasi-koperasi baru.
Selain itu pemerintah transisi di bawah kepemimpinan
Presiden BJ. Habibie telah menetapkan instruksi presiden (Inpres) No. 18 Tahun
1998 tentang Pengembangan koperasi . Inpres ini merupakan antiklimaks dari
pemberlakuan Inpres No. 4 Tahun 1984 di mana KUD merupakan satu-satunya
koperasi pedesaaan menjadi gugur dengan sendirinya. Dengan demikian, pemerintah
telah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membentuk
dan mengelola koperasi tanpa batasan wilayah kerja, dan koperasi diberi
kesempatan untuk lebih mandiri dan bebas melakukan aktivitas usahanya, lebih-lebih
dengan berkembangnya wacana demokrasi di kalangan masyarakat tanpa campur
tangan pemerintah.
KESIMPULAN
A.
Simpulan
Pertumbuhan perkoperasian di Indonesia sudah dimulai
sejak tahun 1986 di Purwokerto Karesidenan Banyumas Seorang Patih yang bernama
R. Aria Wiriatmadja mendirikan Bank Pertolongan dan Simpanan yang tujuannya
memberikan kredit kepada pegawainya agar bisa terlepas dari lintah darat.
Bersamaan dengan lahirnya kebangkitan Nasional pada tahun
1908 dan dibantu oleh Serikat Islam melahirkan Koperasi Pertama di Indonesia.
Perkembangan koperasi pada waktu itu kurang memuaskan karena adanya hambatan
dari Pemerintahan Belanda.
Dewasa ini pun, gerakan koperasi di Indonesia belum
mengalami perkembangan yang begitu berarti. Itu di karenakan kurangnya
loyalitas dari para anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap
kemajuan koperasi.
B.
Saran
Setelah penulis menyusun makalah ini, penulis memberikan
saran kepada pihak-pihak yang terkait dengan koperasi, yaitu:
1.
Lembaga-lembaga
koperasi supaya lebih meningkatkan lagi kualitasnya dalam segala hal yang bisa
membantu kemajuan koperasi Indonesia.
2.
Lembaga-lembaga
koperasi harus objektif dalam melaksanakan tugas, fungsi dan peran koperasi.
3.
Pengurus-pengurus
koperasi harus lebih kreatif dan inovatif supaya bisa menjadikan koperasi lebih
maju dan bisa bersaing dengan badan usaha lainnya.
4.
Masyarakat
dan Anggota koperasi harus berpartisipasi dalam memajukan koperasi supaya lebih
maju dan berkembang.
REFERENSI
Firdaus, Muhammad. (2002). Perkoperasian Sejarah,
Teori, dan Praktek. Bogor : Ghalia Indonesia.
Demikianlah tulisan kali ini semoga ada manfaatnya, saran, kritik & komentar anda walau hanya satu kata atau dua kata sangat berpengaruh buat penulis untuk kebaikan & kemajuan dimasa yang akan datang.
Demikianlah tulisan kali ini semoga ada manfaatnya, saran, kritik & komentar anda walau hanya satu kata atau dua kata sangat berpengaruh buat penulis untuk kebaikan & kemajuan dimasa yang akan datang.