PEMBAHASAN
A. Pengertian Malaria
Kata “malaria”
berasal dari bahasa Itali “ Mal” yang artinya buruk dan “Aria” yang artinya
udara. Sehingga malaria berarti udara buruk (bad air). Hal ini disebabkan
karena malaria terjadi secara musiman di daerah yang kotor dan banyak tumpukan
air (koalisi (a) koalisi org 2001).
Malaria adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dan genus plasmodium,
yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. (Prabowo, 2004: 2)
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau beberapa bulan. (Dinas kesehatan DKI Jakarta)
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau beberapa bulan. (Dinas kesehatan DKI Jakarta)
Berdasarkan
pengertian diatas penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
protozoa dan genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
yang masa inkubasi penyakit dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.
B. Penyebab Malaria
Penyebab
malaria adalah dari genus plasmodium famili plasmodiidae dari orde Coccdiiae
penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat
plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika.
1. Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika.
2. Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
3. Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
4. Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika.
3. Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
4. Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika.
C. Masa Inkubasi
Masa inkubasi
bervariasi pada setiap spesies antara 9-30 hari, gigitan nyamuk dan munculnya
gejala klinis masa inkubasi dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya:
1. Plasmodium Flasiparum antara 12 hari.
2. Plasmodium Vivax antara 13-17 hari.
3. Plasmodium Ovale antara 13-17 hari.
4. Plasmodium Malariae antara 28-30 hari.
Masa inkubasi
malaria juga tergantung dan intensitas infeksi, pengobatan yang sudah pernah
didapat sebelumnya dan derajat imunitas penjamu. (Soegijanto, 2004: 6)
D. Patofisiologis
Ada
4 patologi yang terjadi pada malaria, yaitu demam, anemia, imunopatologi dan
anoksia jaringan, yang disebabkan oleh perlengketan eritrosit yang terinfeksi
pada endotel kapiler.
Demam
paroksimal berbeda untuk keempat spesies tergantung dari lama manutaskizonnya.
Serangan demam disebabkan pecahnya eritrosit sewaktu fase skizogom eritrositik
dan masuknya merozoit kedalam sirkulasi darah. Demam mengakibatkan terjadinya
vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Setelah merozoit masuk dan menginfeksi
eritrosit yang baru, demam turun dengan cepat sehingga penderita merasa kepanasan
dan berkeringat banyak. Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang
berlebihan, hemolisis autoimun dan gangguan eritropoesis. Diduga terdapat
toksin malaria yang disebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit
pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Splenomegali disebabkan oleh
adanya peningkatan jumlah eritrosit yang ter infeksi parasit sehingga terjadi
aktivitas system RES untuk memfagositosis eritrosit baik yang terifeksi maupun
yang tidak. Kelainan patologik pembuluh darah kapilerdisebabkan karena
eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam kapiler
terganggu sehingga mekat pada endotel kapiler, timbul hipoksia atau anoriksia
jaringan. Juga terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadi pembesaran
plasma. Monosit atau makrofag merupakan partisipan selalu terpenting dalam
fagositosis eritrosit yang terinfeksi (Soegijanto, 2004: 5).
E. Manifestasi Klinis
Secara
klinis gejala malaria infeksi tunggal pada penderita nonimun terdiri atas
serangan demam secara berulang dengan interval tertentu (paroksisme) yang
diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dan demam.
Sebelum demam penderita biasanya merasa lemah (malaise), myalgia, sakit kepala,
anoreksia, nausea dan muntah. Gejala awal terjadi selama 2-3 hari sebelum
paroksisme akut dimulai. Serangan demam dapat terus - menerus (tanpa interval)
pada penderita dengan infeksi campuran (lebih dari satu plasmodium) atau satu
jenis plasmodium tapi infeksi berulang dalam waktu yang berbeda (Soegijanto, 2004: 5).
Gejala
malaria muncul 9-14 hari setelah terinfeksi berdasarkan gejalanya dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Gejala Umum
a. Menggigil 15 - 60 menit
b. Demam 2 - 6 jam dengan suhu 37,5-40 C
c. Berkeringat 2-4 jam
d. Dapat diikuti sakit kepala, mual dan muntah.
e. Dapat disertai gejala khas masing - masing daerah, seperti diare pada balita (Tim - Tim), nyeri
b. Demam 2 - 6 jam dengan suhu 37,5-40 C
c. Berkeringat 2-4 jam
d. Dapat diikuti sakit kepala, mual dan muntah.
e. Dapat disertai gejala khas masing - masing daerah, seperti diare pada balita (Tim - Tim), nyeri
otot dan pegal-pegal pada orang dewasa (Papua), pucat dan pegal
pada orang dewasa (Yogya).
2. Gejala Malaria Parah
a. Gangguan kesadaran lebih dan 30 menit.
b. Kejang beberapa kali dan kejang panas tinggi diikuti gangguan kesadaran
c. Mata kuning dan tubuh kuning
d. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan
e. Jumlah kencing kurang (oliguri).
f. Warna urine seperti teh tua.
g. Kelemahan umum (tidak bisa duduk atau berdiri).
h. Nafas sesak
a. Gangguan kesadaran lebih dan 30 menit.
b. Kejang beberapa kali dan kejang panas tinggi diikuti gangguan kesadaran
c. Mata kuning dan tubuh kuning
d. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan
e. Jumlah kencing kurang (oliguri).
f. Warna urine seperti teh tua.
g. Kelemahan umum (tidak bisa duduk atau berdiri).
h. Nafas sesak
Setelah melewati masa inkubasi pada anak dan orang dewasa timbul
gejala demam (periode peroksimal) yang khas pada malaria yang terlihat dalam 3
stadium, yaitu :
1. Stadium dingin (Cold stage)
Diawali dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemertak, berpakaian dan berselimut tebal, nadi cepat lemah, bibir dengan jari pucat dan sianosis, kulit kering dan pucat. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai dengan 1 jam.
1. Stadium dingin (Cold stage)
Diawali dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemertak, berpakaian dan berselimut tebal, nadi cepat lemah, bibir dengan jari pucat dan sianosis, kulit kering dan pucat. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai dengan 1 jam.
2. Stadium
demam (Hot stage)
Setelah
kedinginan, penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan terasa
panas seperti terbakar, disertai nyeri kepala dan mual muntah. Nadi menjadi
kuat, suhu badan tinggi sampai 41°C atau lebih, penderita menjadi sangat haus.
Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam.
Demam
disebabkan oleh pecahnya entrosit matang yang berisi skizon yang mengandung
merozoit memasuki sirkulasi darah. Pada plasmodium falcifarumnterval demam
tidak jelas (setiap 24-48 jam). Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale interval
demam terjadi setiap 48 jam dan Plasmodium malariae setiap 72 jam. Stadium ini
berlangsung 2-4 jam.
3. Stadium
berkeringat
Pada stadium
ini penderita berkeringat banyak sekali, suhu badan menurun dengan cepat
kadang-kadang sampai di bawah normal. Penderita dapat tidur dengan nyenyak,
badan terasa lemah setelah bangun, stadium ini berlangsung 2-4 jam.
Gejala klinis
yang timbul tidak selalu sama pada setiap penderita tergantung dari spesies
parasit, berat infeksi dan umur penderita. Di daerah dengan tingkat endemisitas
tinggi (hiper atau holondemis), pada orang dewasa sering kali tidak dijumpai
gejala klinis atau gejala klinis yang ringan walaupun dalam darahnya mengandung
parasit malaria. Hal ini karena imunitas yang telah timbul pada mereka karena
infeksi yang berulang (Soegijanto, 2004: 6)
F. Jenis-Jenis
Malaria (Tempo 2003)
1. Malaria
Tertiana (paling ringan)
Malaria yang
disebabkan Plasmodium Vivax dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari
sekali setelah gejala pertama terjadi ( dapat terjadi selama dua minggu setelah
infeksi).
2. Demam Rimba (Jungle Fever)
2. Demam Rimba (Jungle Fever)
Malaria
Aestivo-Autumnal atau disebut juga malaria tropika disebabkan plasmodium
falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme
bentuk ini sering menghalangi darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan
kematian.
3. Malaria Kuartana
3. Malaria Kuartana
Malaria yang
disebabkan plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada
penyakit malaria tertiana atau tropika, gejala pertama biasanya tidak terjadi
antara 18 - 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang
lagi tiap tiga hari.
4. Malaria yang Jarang dijumpai
4. Malaria yang Jarang dijumpai
Malaria yang
disebabkan plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
G. Diagnosis
G. Diagnosis
Penyakit
malaria tidak sukar diketahui. Selain dari demamnya kita menduga dan tempat
penderita berasal. Jika di daerah malaria seseorang mendadak demam, timbulnya
demam mungkin berarti terjangkit malaria. Lebih-lebih harus dicurigai jika
demamnya khas malaria. Jika demamnya meragukan dilakukan pemerikasaan darah.
Darah diambil dengan tusukan jarum diujung jari, lalu dioleskan pada sepotong
kaca. Diberi warna khusus, lalu diperiksa dibawah mikroskop. Jika ada sel darah
merah mengandung parasit, tandanya positif malaria.
Pengambilan darah untuk memeriksa malaria tidak sembarang waktu. Darah diambil waktu demam timbul, parasitnya beredar dalam danah, sehingga dari pemeriksaan tidak ditemukan parasit malarianya. Seolah-olah tidak ada parasitnya. Padahal, sebetulnya parasitnya ada tetapi sedang bersembunyi. Pemeriksaan darah dilakukan rutin pada pendatang yang memasuki daerah malaria selama setahun. Dengan pemeriksaan ini dapat lebih dini dapat diketahui jangkitan malarianya. Pemeriksaan perlu diulang-ulang karena masa tunas penyakit malaria panjang. Pada pemeriksaan pertama parasitnya mungkin belum muncul di darah baru pemeriksaan ulang berikutnya parasitnya baru muncul (Handrawanm, 1996).
Pengambilan darah untuk memeriksa malaria tidak sembarang waktu. Darah diambil waktu demam timbul, parasitnya beredar dalam danah, sehingga dari pemeriksaan tidak ditemukan parasit malarianya. Seolah-olah tidak ada parasitnya. Padahal, sebetulnya parasitnya ada tetapi sedang bersembunyi. Pemeriksaan darah dilakukan rutin pada pendatang yang memasuki daerah malaria selama setahun. Dengan pemeriksaan ini dapat lebih dini dapat diketahui jangkitan malarianya. Pemeriksaan perlu diulang-ulang karena masa tunas penyakit malaria panjang. Pada pemeriksaan pertama parasitnya mungkin belum muncul di darah baru pemeriksaan ulang berikutnya parasitnya baru muncul (Handrawanm, 1996).
h.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Malaria, yaitu:
1. Umur
Usia adalah
umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun (Elisabeth,1995).
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dan orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini akibat dan pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclok, 1998).
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dan orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini akibat dan pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclok, 1998).
Anak - anak
lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria (Depkes, 1999: 19).
2. Jenis Kelamin
Karakter
biologis atau kualitas yang membedakan laki-laki dan wanita satu sama lain,
seperti ditampilkan dalam analisis gonad, morfologis (Internal dan eksternal) kromosom
dan karakteristik hormone individu (John H. Direkx,M.D, 2005).
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan tetapi apabila mengenfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang lebih berat (Depkes, 1999: 19).
3. Tingkat
Pendidikan
Pendidikan
adalah upaya untuk mendewasakan seseorang. Dengan demikian setiap usaha
pendidikan itu bertujuan, walaupun kadang tujuannya tidak disadari dan
dirumuskan secara eksplisit (Slameto, 1991).
Pendidikan berarti hubungan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992).
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997).
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan, kliends pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi, menggunakan koping yang efektif dan konnstruktif daripada seseorang dengan pendidikan rendah (Broewer, 1983).
4. Status sosial ekonomi
“Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Erich, 1996; Nursalam &
Pariani, 2001: 133).
Status sosial ekonomi merupakan jenis kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan responden setiap harinya sebagai penghasilan ekonomi.
Status sosial ekonomi merupakan jenis kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan responden setiap harinya sebagai penghasilan ekonomi.
Terbagi atas 2 kategori yaitu bekerja ( buruh, swasta, PNS/ ABRI) dan tidak bekerja ( Nursalam & Pariani, 2001: 138) ( skripsi Rohana Agustina).
Keadaan sosial
ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat
hubunganya dengan infeksi malaria (Depkes: 1999).
5. Cara hidup
Perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merekfesikan status sosialnya (The Jakarta Consuting Group, 2006)
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit malaria. Misalnya: Tidur tidak memakai kelambu dan senang berada diluar rumah pada malam hari (Depkes, 1999: 19)
6. Riwayat
Malaria Sebelumnya
Orang yang
pernah terinfeksi penyakit malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas
sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria
(Depkes, 1999:
19).
i. Pengobatan
1. Pengobatan
malaria yang ringan
Malaria Vivax,
Ovale dan Malariae
Serangan akut
ketiga jenis malaria ini diobati dengan klorokuin, yang diberikan per oral
dosis total per oral untuk orang dewasa adalah 1500 mg basa klorokuin ( 25mg
per kg BB), yang diberikan selama tiga hari. Hari ke l diberikan dengan dosis
awal 600 mg, ditambah 300 mg 6 jam kemudian. Pada hari ke 2 sesudah 24 jam 300
mg, dan hari ke 3 (sesudah 48 jam) diberikan 300 mg lagi. Dosis per oral untuk
anak - anak adalah: dosis awal 10 mg/ kg BB ( tidak melemihi 600 mg), dan dosis
sesudah 24 dan 48 jam masing - masing 5 mg/ kg BB.
Untuk penderita malaria vivax dan ovale yang tinggal dikota atau didaerah nonendemis, sesudah pemberian klorokuian diberikan pengobat radikal dengan primakoin untuk membunuh fase eksoerittrositik (EE) sekunder dalam hati (mencegah relaps). Pengobatan radikal seperti diatas tidak diberikan kepada penderita yang tinggal di daerah endemis karena kemungkinan ini terinfeksi sangat besar primakuin tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak-anak dibawah 4 tahun, penderita rheumatoid arthritis, dan penderita lufus yang aktif (Sutisna, 2004: 76).
Untuk penderita malaria vivax dan ovale yang tinggal dikota atau didaerah nonendemis, sesudah pemberian klorokuian diberikan pengobat radikal dengan primakoin untuk membunuh fase eksoerittrositik (EE) sekunder dalam hati (mencegah relaps). Pengobatan radikal seperti diatas tidak diberikan kepada penderita yang tinggal di daerah endemis karena kemungkinan ini terinfeksi sangat besar primakuin tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak-anak dibawah 4 tahun, penderita rheumatoid arthritis, dan penderita lufus yang aktif (Sutisna, 2004: 76).
2. Pengobatan malaria falciparum yang berat
Penanganan
secara umum
Sebagai
pegangan secara umum, perawatan dini yang diberikan untuk kasus malaria
falciparum yang berat terdiri dari:
a. Menimbang berat badan penderita
b. Membebaskan
saluran nafas untuk menghindari asfiksia dan menempatkan perawat disamping
penderita
c. Membuat penilaian secara cepat terhadap
keadaan klinis penderita.
d. Membuat
sediaan darah penderita untuk memastikan diagnosis, dan mengambil specimen
untuk pemeriksaan laboratorium yang dianggap perlu.
e. Segera memberikan infus dengan kina atau
klorokuin.
f. Membuat penilaian tentang status hindrasi
penderita, dan menghitung kebutuhan cairannya.
g. Mencatat produksi urine penderita dalam sehari;
jika perlu dengan memasang kateter uritra.
h. Jika
pendenita mengalami hiperpireksia, segera menurunkan panas badan dengan cara
mengipasi, kompres dengan air dingin atau alcohol, dan memberikan suntikan anti
peritika.
i. Mengerjakan fungsi lumbal jika ada gejala kaku
kuduk atau kecurigaan adanya meningitis.
j. Mempertimbangkan keperluan memberikan
obat-obat tambahan, misalnya anti konvolsan dan anti mekroba.
k. Menilai adanya kebutuhan untuk memberikan
tranfusi darah
l. Jika diduga
adanya edema paru, letakkan penderita dalam posisi tegak ditempat tidur,
berikan oksigen dan buat foto roentgen dada (Sutisna, 2004: 78)
3. Pengobatan
spesifik dan pemberian
1. Jika obat
bisa diberikan secara intra vena infuse
Untuk malaria falciparum yang berat, obat pilihan utama adalah
kina, yang diberikan secara infuse dengan tetesan lambat. Jika kemasan kina
untuk suntikan intra venal infuse tidak tersedia, dan jika P. falciparum didaerah
itu diketahui masih sensitive terhadap klorokuin, kina bisa digantikan oleh
klorokuin (bidroklorida) yang diberikan secara infuse. Pemberian kiorokuin
melalui infuse sesungguhnya tidak dianjurkan karena klorokuin yang diberikan
secara parentral mempunyai potensi menyebabkan keaksi toksik terhadap otot
jantung, terutama pada anak- anak. Jika terpaksa, pemberian klorokuin secara
paretral (intra vena) harus dilaksanakan di bawah pengawasan ketat seorang
dokter.
2. Jika obat
tidak mungkin diberikan secara intra vena
Dalam
kondisi tersebut, demi menolong penderita, kina (di Indonesia dikenal sebagai
kina anti pirin) diberikan secara intra muskuler (TM). Jika kina tidak
tersedia, bisa diberikan fansidar dengan suntikan IM yang dalam (dosis untuk
orang dewasa). Jika sediaan fansidar IM tidak ada, bisa diberikan kiorokuin (
difusfat) secara IM. Pemberian klorokuin secara IM sesungguhnya tidak
dianjurkan. Sebisa - bisanya penderita akan dikirim kepusat pelayanan medis
yang memiliki sarana pengobatan melalui infuse. Jika kondisi penderita
bertambah baik (sudah bisa menelan), pengobatan diteruskan dengan pansidan per
oral 3 tablet sekaligus, diteruskan dengan kina per oral dalam dosis yang
efektif.
Perlu diingatakan sekali lagi bahwa: Dosis obat - obat yang tergolong
kuinolin, misalnya klorokuin, amodiakuin, dan kina harus dihitung berdasarkan
jumlah basanya.(Sutisna, 2004: 79-81).
j. Pencegahan
j. Pencegahan
Mukono, (2000:
6) Pencegahan adalah mengadakan inhibisi terhadap perkembangan suatu penyakit
sebelum penyakit itu terjadi.orang orang yang tidak mempunyai imunitas terhadap
malaria yang akan terpajan dengai nyamuk di daerah endemis harus melakukan
upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan lebih baik sebelumnya minum obat
profilaksis untuk mencegah malaria.
Ada tiga cara untuk mencegah malaria, yaitu:
1. Mencegah dan
gigitan nyamuk, dengan cara:
a. Tidur dengan
menggunakan kelambu.
b. Tutup
jendela ketika tidur
c. Oleskan
cairan pencegahan gigitan nyamuk.
2. Kontrol
perkembangan nyamuk
a. 3M (
menguras, menutup dan mengubur)
b. Memelihara
binatang ( ikan) untuk membunuh larva nyamuk
c. Taburkan
insektisida khusus untuk membunuh larva nyamuk.
3. Bunuh nyamuk
dewasa
a. Semprot ruangan dengan insektisida sebeium
tidur.
b. Berpartisipasi dalam kegiatan penyemprotan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Pencegahan penyakit malaria menurut Prabowo ada 5, yaitu:
Pencegahan penyakit malaria menurut Prabowo ada 5, yaitu:
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
a. Menyemprot rumah
b. Larvaciding,
yaitu merupakan kegiatan penyemprotan rawa- rawa yang potensial sebagai tempat
perindukan nyamuk malaria.
c. Biological control, yaitu kegiatan penebaran
ikan kepala timah (Panchax-Panchax) dan ikan guppy/wader cetul (Lebistus
Retikulatus) genangan-genangan air yang mengalir dan persawahan. Ikan-ikan ini
berfungsi sebagai pemangsa jentik-jentik nyamuk malaria.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria.
4. Pemberian
obat pencegahan malaria.
5. Pemberian
vaksin malaria
DAFTAR PUSTAKA
Dep Kes. RI, 1999. Modul Epidemiologi. Jakarta: Dirjen Depkes.
Dep Kes. RI, 2006. Pusat Pengendalaian Operasional Dukungan Kesehatan. Jakarta : Dirjen DepKes.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 2006. Info Penyakit: www. DepKes, diakses 19 Agustus 2006
Mukono, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Pres.
Mursito, Bambang. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Nadesul, Handrawan. 1996. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Malaria. Jakarta: FKUI.
Prabowo, Arlan, 2004. Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
Seputar Indonesia. 2006. Kualisi Untuk Indonesia Sehat: www.(http/seputar Indonesia/1l40306.html, diakses 19 Agustus 2006.
Soegijanto, Soegeng. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis di Indonesia. Jilid 1 Surabaya: Air Langga.
Dep Kes. RI, 2006. Pusat Pengendalaian Operasional Dukungan Kesehatan. Jakarta : Dirjen DepKes.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 2006. Info Penyakit: www. DepKes, diakses 19 Agustus 2006
Mukono, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Pres.
Mursito, Bambang. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Nadesul, Handrawan. 1996. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Malaria. Jakarta: FKUI.
Prabowo, Arlan, 2004. Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
Seputar Indonesia. 2006. Kualisi Untuk Indonesia Sehat: www.(http/seputar Indonesia/1l40306.html, diakses 19 Agustus 2006.
Soegijanto, Soegeng. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis di Indonesia. Jilid 1 Surabaya: Air Langga.